Taksonomi SOLO (Structure of Observed Learning Outcome) merupakan topik yang sangat relevan di era pendidikan modern di Indonesia saat ini, terutama dengan penekanan pada pembelajaran mendalam (deep learning). Taksonomi SOLO, dikembangkan oleh John Biggs dan Kevin Collis pada 1980-an, adalah kerangka untuk mengukur kualitas pemahaman siswa, bukan sekadar kuantitas pengetahuan (seperti Taksonomi Bloom yang lebih fokus pada hierarki kognitif). SOLO membagi proses belajar menjadi 5 tingkat, dari yang paling sederhana hingga kompleks. Ini membantu guru merancang pertanyaan, tugas, dan asesmen yang mendorong siswa naik level secara bertahap.
Taksonomi SOLO mendorong pembelajaran mendalam dengan fokus pada "bagaimana siswa berpikir", bukan "apa yang mereka hafal". Ini selaras dengan tren global 2025, di mana AI dan otomatisasi membuat hafalan usang—siswa butuh kemampuan berpikir kritis dan kreatif. Keunggulannya:
- Fleksibel: Bisa diterapkan di semua jenjang dan mata pelajaran, termasuk STEM atau seni
- Mendorong inklusivitas: Guru bisa diferensiasi tugas berdasarkan level siswa, mengurangi frustrasi bagi yang lambat naik level.
- Kelemahan kecil: Butuh pelatihan guru untuk implementasi, tapi manfaatnya jauh lebih besar—studi menunjukkan peningkatan retensi pengetahuan hingga 30% saat digunakan.
Relevansi dengan Kurikulum Merdeka (KM) 2025 dan Pendekatan Pembelajaran Mendalam (PM)
Di Indonesia, KMI (yang mulai diterapkan penuh sejak 2022 dan terus disempurnakan hingga 2025) sangat selaras dengan SOLO, terutama melalui Pembelajaran Mendalam yang ditekankan Kemdikbud. Pendekatan ini memuliakan proses belajar yang berkesadaran, bermakna, dan menggembirakan, dengan tujuan persiapan siswa menghadapi dunia VUCA (volatile, uncertain, complex, ambiguous). SOLO diintegrasikan sebagai alat untuk mengklasifikasikan hasil belajar ke 5 level, mendukung diferensiasi dan proyek berbasis masalah.
1. Pre-structural (Pra-struktural)
- Definisi Detail: Ini adalah tingkat paling dasar, di mana siswa belum memiliki pemahaman yang terstruktur tentang topik. Jawaban mereka sering acak, tidak relevan, atau bahkan salah total karena kurangnya pengetahuan awal. Siswa mungkin mengulang kata-kata tanpa makna atau mengalihkan pembicaraan ke hal lain. Ini seperti "kosong" atau "tidak terkoneksi" dengan konsep yang diajarkan.
- Ciri-Ciri: Tidak ada elemen pengetahuan yang benar-benar dipahami; siswa mungkin mengatakan "saya tidak tahu" atau memberikan respons yang tidak berhubungan. Ini normal pada tahap awal belajar, terutama bagi pemula atau saat topik baru
2. Tingkat Uni-structural (Uni-struktural)
- Definisi Detail: Siswa mulai paham satu aspek atau elemen tunggal dari topik, tapi pemahaman itu terisolasi dan terbatas. Mereka bisa mengidentifikasi atau menyebutkan satu fakta dasar, tapi tidak bisa mengembangkannya lebih lanjut. Ini seperti memiliki satu puzzle, tapi belum tahu bagaimana menyusunnya dengan yang lain.
- Ciri-Ciri: Respons fokus pada satu poin saja, sering berupa definisi sederhana atau contoh tunggal. Siswa mungkin berhenti di situ tanpa menghubungkan ke konteks lebih luas.
3. Tingkat Multi-structural (Multi-struktural)
- Definisi Detail: Siswa sudah menguasai beberapa aspek atau fakta, tapi belum bisa menghubungkannya menjadi satu kesatuan yang bermakna. Ini seperti memiliki banyak puzzle, tapi disusun secara acak tanpa pola. Pemahaman masih di level permukaan (surface level), dengan daftar elemen yang terpisah.
- Ciri-Ciri: Jawaban berupa enumerasi atau daftar, tapi tanpa analisis hubungan antar-elemen. Siswa bisa sebutkan banyak hal, tapi terasa "terpecah-pecah".
- Definisi Detail: Siswa mampu menghubungkan berbagai aspek menjadi satu kesatuan yang koheren. Pemahaman mencapai level mendalam (deep level), di mana fakta-fakta saling terkait, dianalisis, dan diintegrasikan. Ini seperti puzzle yang sudah tersusun sempurna, membentuk gambar utuh.
- Ciri-Ciri: Jawaban menunjukkan analisis, perbandingan, atau penjelasan sebab-akibat. Siswa bisa jelaskan "mengapa" dan "bagaimana" konsep bekerja bersama.
5. Tingkat Extended Abstract (Abstrak yang Diperluas)
- Definisi Detail: Ini tingkat tertinggi, di mana siswa tidak hanya paham dan hubungkan konsep, tapi juga bisa menggeneralisasi, memprediksi, atau menciptakan ide baru di luar konteks asli. Pemahaman mencapai level konseptual, dengan aplikasi kreatif ke situasi baru atau hipotetis.
- Ciri-Ciri: Jawaban melibatkan hipotesis, kritik, atau inovasi. Siswa bisa terapkan konsep ke masalah dunia nyata atau buat teori baru.
SOLO Cocok untuk Matematika SD?
Di SD, matematika bukan hanya tentang menghafal rumus atau angka, tapi membangun fondasi logika dan pemecahan masalah sehari-hari. SOLO membantu guru melihat "struktur pemikiran" anak, dari yang masih acak hingga bisa menerapkan konsep ke situasi baru. Ini selaras dengan Kurikulum Merdeka, di mana anak didorong untuk belajar melalui proyek dan eksplorasi, bukan rote learning. Misalnya, alih-alih sekadar menjumlahkan angka, anak diajak hubungkan konsep itu ke kehidupan seperti berbagi mainan atau mengukur bahan masak. Pendekatan ini membuat matematika terasa seperti petualangan, mengurangi rasa takut, dan meningkatkan rasa percaya diri.
SOLO punya 5 tingkat, seperti tangga yang anak panjat satu per satu. Guru bisa gunakan ini untuk merancang soal, aktivitas, dan evaluasi yang bertahap, sehingga setiap anak—termasuk yang lambat atau berbakat—bisa berkembang sesuai kecepatannya.
Taksonomi SOLO dalam Matematika SD,
- Tingkat Pre-Structural: Belum Ada Struktur Pemahaman Di sini, anak belum paham konsep sama sekali—jawabannya sering salah, acak, atau berdasarkan tebakan liar. Ini normal untuk pemula, seperti anak kelas 1 yang baru kenal angka. Contoh Matematika: Tema penjumlahan sederhana (2 + 3). Anak mungkin jawab "10" karena ingat lagu atau gambar acak, tanpa tahu arti penjumlahan. Strategi Penyampaian: Mulai dengan permainan visual, seperti gunakan balok mainan atau jari tangan untuk "lihat dan sentuh". Guru bisa bilang, "Ayo kita hitung apel: satu... dua... tambah tiga jadi apa ya?" Hindari koreksi kasar; alih-alih, ulangi demonstrasi sampai anak ikut. Aktivitas SD: "Permainan Hitung Jari" – Anak bermain kelompok, hitung benda sehari-hari seperti pensil di meja. Tujuannya: Bantu anak naik ke tingkat berikutnya tanpa tekanan. Hubungan dengan Kurikulum Merdeka: Ini cocok untuk fase pengenalan, di mana anak eksplorasi bebas untuk bangun rasa ingin tahu.
- Tingkat Uni-Structural: Paham Satu Aspek Saja Anak sudah tangkap satu ide dasar, tapi belum bisa kembangkan. Ini seperti fondasi rumah yang baru satu batu bata. Contoh Matematika: Pada pengukuran panjang, anak tahu "panjang adalah ukuran dari ujung ke ujung", tapi tak bisa bandingkan dua benda. Jawaban: "Pensil ini panjang 10 cm" (hanya satu fakta). Strategi Penyampaian: Gunakan pertanyaan terfokus, seperti "Apa satu hal yang kamu tahu tentang bentuk segitiga?" Dorong dengan gambar cerah atau alat peraga, agar anak merasa berhasil. Beri pujian spesifik: "Bagus, kamu sudah tahu satu sisinya lurus!" Aktivitas SD: "Buruan Fakta Tunggal" – Anak cari satu contoh bentuk geometri di kelas (misalnya, persegi di jendela), lalu ceritakan satu sifatnya. Ini bangun kepercayaan diri sebelum lanjut ke multi. Hubungan dengan Kurikulum Merdeka: Mendukung pembelajaran berbasis inkuiri, di mana anak mulai dari satu pengetahuan untuk eksplorasi lebih dalam.
- Tingkat Multi-Structural: Tahu Banyak Fakta, Tapi Belum Terhubung Anak bisa sebutkan beberapa elemen, tapi seperti daftar belanja—belum saling terkait. Ini tahap akumulasi pengetahuan. Contoh Matematika: Pada pengurangan (10 - 4), anak sebutkan "Pengurangan berarti kurangi, pakai jari, hasilnya 6, dan bisa pakai garis bilangan". Tapi tak jelaskan kenapa atau hubungannya. Strategi Penyampaian: Ajak anak buat "peta pikiran" sederhana dengan gambar, seperti hubungkan fakta dengan garis. Tanya: "Kamu tahu tiga hal tentang perkalian—apa saja?" Lalu, dorong hubungkan: "Bagaimana ketiganya saling bantu?" Aktivitas SD: "Koleksi Angka" – Kelompok anak kumpul fakta tentang bilangan genap/ganjil (misalnya, "2 genap, 4 genap, bisa dibagi 2"), lalu presentasikan tanpa urutan. Guru bantu susun jadi cerita. Hubungan dengan Kurikulum Merdeka: Ini fase pengumpulan data dalam proyek, seperti hitung benda alam untuk pelajaran lingkungan.
- Tingkat Relational: Hubungkan Konsep Secara Bermakna Di sini, anak mulai lihat "gambar besar"—fakta saling terkait seperti puzzle yang pas. Ini tingkat deep learning sejati. Contoh Matematika: Pada geometri, anak jelaskan "Segitiga punya tiga sisi, sudutnya jumlah 180 derajat, dan bisa jadi bagian rumah karena stabil seperti atap". Mereka hubungkan sifat dengan fungsi nyata. Strategi Penyampaian: Gunakan diskusi kelompok atau cerita, seperti "Bayangkan kamu bangun jembatan dengan bentuk—bagaimana lingkaran dan persegi saling bantu?" Beri waktu refleksi: "Apa hubungan antara penjumlahan dan pengukuran?" Aktivitas SD: "Cerita Matematika" – Anak buat komik sederhana di mana karakter gunakan konsep pecahan untuk bagi kue, jelaskan hubungan antar-bagian. Hubungan dengan Kurikulum Merdeka: Selaras dengan pembelajaran kontekstual, seperti integrasi matematika dengan budaya lokal (misalnya, hitung pola batik).
- Tingkat Extended Abstract: Generalisasi dan Aplikasi Baru Anak tak hanya paham, tapi bisa ciptakan ide baru atau terapkan ke masalah tak terduga. Ini seperti inovator kecil. Contoh Matematika: Pada pola bilangan, anak bukan hanya kenali urutan (1, 3, 5), tapi prediksi pola baru dan aplikasikan: "Pola ganjil bisa buat jadwal permainan agar adil, atau desain taman dengan pohon genap." Strategi Penyampaian: Dorong proyek kreatif, tanya: "Kalau kamu punya rumus ini, bagaimana ubah untuk masalah dunia nyata seperti hemat air?" Gunakan teknologi sederhana seperti app gambar untuk visualisasi. Aktivitas SD: "Inovator Muda" – Anak desain permainan papan dengan aturan matematika (misalnya, dadu dengan pola probabilitas), lalu jelaskan kenapa desain itu efektif. Hubungan dengan Kurikulum Merdeka: Ini puncak, di mana anak capai kompetensi holistik melalui proyek mandiri, seperti buat model matematika untuk isu lingkungan.


Nama : Isdiana Susilowati Ibrahim
BalasHapusNpm : 2386206058
Kelas : 5B PGSD
izin menanggapi Pak. Menurut saya penjelasan dari materi di atas sangat bagus dan gampang dipahami, apalagi cara membahas Taksonomi SOLO dari level paling dasar sampai yang paling tinggi bikin saya lebih kebayang gimana proses berpikir siswa itu berkembang. Materi ini ngebuka sudut pandang kalau belajar, khususnya matematika, nggak cuma soal hafalan atau jawaban akhir, tapi lebih ke bagaimana siswa memahami dan menghubungkan konsep. Contoh aktivitas yang dikaitkan dengan kehidupan sehari-hari juga terasa realistis dan cocok diterapkan di kelas SD. Menurut saya pendekatan SOLO ini relevan banget dengan Kurikulum Merdeka karena bisa bantu guru menyesuaikan pembelajaran sesuai kemampuan siswa tanpa bikin siswa merasa tertinggal.🙏
Nama:syahrul
BalasHapusKelas:5D
Npm:2386206092
Taksonomi Solo tuh sebetulnya cara simpel buat kita tau seberapa jauh anak paham pelajaran. Jadi gak cuma hitung berapa banyak hafalan, metode ini tuh lebih fokus ke cara mereka mikir.Kayak mulai dari yang awalnya masih bingung sampai akhirnya bisa bikin ide baru dari apa yang sudah dipelajari.
Nama:syahrul
BalasHapuskelas5D
Npm:2386206092
Ada lima tahap yang biasanya dilewati anak, dan tahapan inituh gampang banget diliat kayak
• Siswa masih bingung atau jawabannya belum nyambung sama sekali.
• Mereka udah mulai tau dasar, tapi pemahamannya masih terbatas di situ aja.
• Udah tahu beberapa hal, tapi belum bisa hubungin info info itu jadi satu.
• Anak sudah bisa lihat gambaran besar dan paham gimana antar konsep saling berkaitan.
• Terahir,di mana mereka bisa pakai logika tadi buat hadapi situasi baru yang beda.
Nama:syahrul
BalasHapuskelas:5D
Npm:2386206092
Cara ini tuh cocok buat gaya belajar sekarang yang lebih mudah. Guru jadi gak maksakain semua anak harus punya kecepatan yang sama. Murid yang belajarnya pelan tetap merasa dihargai prosesnya jadi mereka bisa naik level pelan pelan, sementara yang cepat bisa terus dikasih tantangan biar gak bosan di kelas.
Nama:syahrul
BalasHapuskelas:5D
npm:2386206092
Kalau diterapkan di matematika SD, fokusnya gak lagi rumus di papan tulis. Siswa diajak pakai logika buat urusan sehari hari, kayak pas lagi bagi bagi mainan atau ukur bahan masak. Matematika jadi terasa kayak petualangan yang seru, bukan lagi pelajaran menakutkan yang bikin pusing.
nama:syahrul
BalasHapuskelas:5D
Npm:2386206092
Intinya, metode ini tuh ngebantu anak punya kemampuan berpikir kritis yang berguna sampai mereka dewasa. Di era sekarang, cuma hafal fakta aja udah gak cukup buat bertahan. Anak butuh dilatih supaya bisa analisis masalah dan cari solusi kreatif sendiri sejak dini.
Nama: Rosidah
BalasHapusNpm: 2386206034
Kelas: V B (PGSD)
Ternyata taksonomi solo sangat ngebantu guru memahami bagaimana cara berpikir siswa, bukan hanya melihat benar atau salahnya jawaban. Anak yang masih tahap awal tidak langsung dianggap gagal, tapi dipahami sedang membangun pemahaman.
Nama: Rosidah
BalasHapusNpm: 2386206034
Kelas: V B (PGSD)
Menggali lebih dalam tentang materi taksonomi solo dan kurikulum nasional 2025 dengan pendekatan pembelajaran mendalam, ini menjadi tantangan bagi kami sebagai calon guru untuk memahami lebih dalam. Dizaman sekarang, siswa nggk lagi cukup hanya menghafal materi, tapi perlu memahami, mengaitkan dan menerapkan pengetahuan dalam kehidupan nyata.
Disini taksonomi solo membantu guru melihat sejauh mana kedalaman pemahaman siswa. Jadi kita sebagai calon guru, sangat penting memahami pembelajaran yang dirancang sesuai dengan kebutuhan siswa dan tuntutan zaman.
Nama: Nur Sinta
BalasHapusNPM: 2386206033
Kelas: VB PGSD
Setelah membaca materi ini saya setuju bahwa Taksonomi SOLO sangat relevan dengan arah Kurikulum Nasional karena sama-sama menekankan kedalaman pemahaman siswa, bukan sekedar hasil akhir atau hafalan. Taksonomi SOLO membantu guru melihat proses berpikir siswa secara bertahap yang mana ada 5 tingkat, mulai dari pemahaman yang masih terbatas hingga mampu mengaitkan dan mengembangkan konsep secara luas, dalam konteks pembelajaran mendalam (deep learning), Taksonomi SOLO mendorong guru untuk merancang pertanyaan dan aktivitas yang menuntut siswa menjelaskan, menghubungkan dan merefleksikan pengetahuan, sehingga pembelajaran menjadi bermakna. Hal ini sejalan dengan tujuan kurikulum yang ingin membentuk siswa kritis, kreatif dan mampu memecahkan masalah, namun penerapan Taksonomi SOLO tidak bisa dilakukan secara instan, guru perlu pemahaman yang baik agar mampu menyusun soal dan menilai jawaban sesuai level Taksonomi SOLO. Tanpa pelatihan yang memadai, ada risiko Taksonomi SOLO hanya akan menjadi teori tanpa dampak nyata di kelas.
Nama: Rosidah
BalasHapusNpm: 2386206034
Kelas: V B (PGSD)
saya selalu bertanya-tanya, ketika saya sedang belajar tentang taksonomi dan kurikulum nasional apa lagi sekarang diarahkan dengan pendekatan pembelajaran mendalam. mungkin dari bapak atau teman-teman boleh berbagi pengalaman dan ilmunya, saya sangat penasaran, dari cerita yang sering saya dengar di lapangan, saat ini guru sering dikejar target materi, nah bagaimana cara seorang guru menerapkan taksonomi solo ini agar selaras dengan kurikulum nasional 2025 tanpa mengorbankan pemahaman siswa?
karena yang kita tau setiap anak itu memiliki proses berpikir yang berbeda-beda
Nama : Erlynda Yuna Nurviah
BalasHapusKelas : VB PGSD
Npm : 2386206035
Saat saya membaca materi ini ada bagian paragraf yang menarik yaitu dibagian penjelasan "Taksonomi Solo dalam Matematika SD" bapak tidak hanya menjelaskan konsepnya saja melainkan juga memberikan contoh konkret nya. Jadi saya lngsung paham " oh.. ternyata begini maksud dari tingkatan/level berpkir yang dijelaskan". jadi bukan memahami istilanya saja tetapi juga langsung tau contohnya bagaimana, Dengan adanya contoh tersebut sebagai calon guru, saya memahami kalau siswa tidak cukup hanya dari benar atau salahnya jawaban saat menjawab soal tetapi bagaimana siswa dapat berpikir dan berkembang secara bertahap.Bagi saya ini menjadi bekal penting untuk kedepanya, agar saat mengajar nanti saya tidak hanya terpaku dengan target " materi selesai".Terimakasih bapak..
Nama : Erlynda Yuna Nurviah
BalasHapusKelas : VB PGSD
Npm : 2386206035
Selain itu pembahasan Taksonomi SOLO dalam matematika ini membuka gambaran, bahwa di era sekarang tantangan guru bukan lagi kekurangan metode pemebelajaran tetapi menentukan pendekatan yang tepat sesuai cara berpikir siswa. dari contoh yang bapak sajikan menunjukkan kalau materi yang sama bisa dipahami siswa pada tingkatan yang beragam. Nah dari situ kesiapan guru di masa kini sepertinya diuntut untuk harus lebih adaptif., mampu menganalisis respon dari siswa, dan tidak menyamaratakan kemampuan siswa.
Saya bertanya dengan ibu saya pak, beliau kalau mengajar tidak menyamaratakan kemampuan siswa, dan perbedaan kemampuan siswa dilihat dari cara dia memperhatikan, cara menjelaskan, setelah itu ditanya " sudah paham atau belum?" dan diperhatikan sebagian besar responya bagus dan aktif , sebagian ada yang hanya diam saja jadi ibu saya kayak lihatnya kasihan gitu... nah dari situ beliau bisa menyimpulkan dan memberikan metode pengajaran sesuia kemampuan siswa.
Nah hal ini menunjukkan bahwa kesiapan guru di era sekarang tidak selalu dimulai dari penggunaan metode yang rumit, tetapi dari kepekaan dalam mengamati dan menindaklanjuti respon siswa. Ketika guru mampu menyesuaikan cara mengajar berdasarkan kondisi tersebut, pembelajaran matematika menjadi lebih responsif,adil dan memberi ruang bagi setiap siswa untuk berkembang sesuai tahap berpikirnya.
nama : bangkit dwi prasetyo
BalasHapusnpm : 2386206044
kelas : 5b
Menurut saya pembahasan Taksonomi SOLO ini menarik. Tapi kalau diterapkan di kelas nyata, nah saya mau bertanya ya pak, bagaimana cara guru menyesuaikan level SOLO dengan capaian pembelajaran di Kurikulum Nasional tanpa bikin pembelajaran jadi terlalu rumit?
Nama : Andi Nurfika
BalasHapusNPM : 2386206017
Kelas : VB PGSD
Setelah saya baca materi di atas menurut saya materi ini sudah sangat tepat dan relevan dengan kondisi pendidikan sekarang. taksonomi Solo membantu guru melihat cara berpikir siswa bukan cuma hasil akhirnya saja. Ini penting banget apalagi kurikulum nasional 2025 ini menekankan pembelajaran mendalam dan bermakna. Anak jadi tidak sekedar menghafal saja, tapi benar-benar paham dari prosesnya. Pendekatan seperti ini bikin belajar terasa lebih manusiawi dan tidak menekan siswa.
Nama : Andi Nurfika
BalasHapusNPM : 2386206017
Kelas : VB PGSD
Saya setuju kalau taksonomi Solo cocok diterapkan di sekolah dasar, terutama untuk matematika. Anak sekolah dasar memang perlu dibimbing pelan-pelan dari yang belum paham sama sekali sampai bisa mengaitkan ke kehidupan sehari-hari mereka. Dengan 5 level Solo, guru jadi punya gambaran jelas posisi pemahaman anak ini juga membantu supaya anak yang lambat tidak merasa tertinggal dan yang cepat tetap tertantang jadi kelas bisa lebih inklusif dan adil buat semua siswa .
Nama : Andi Nurfika
BalasHapusNPM : 2386206017
Kelas : VB PGSD
Materi ini juga realistis karena menyebutkan tantangan di lapangan seperti waktu belajar yang singkat dan keterbatasan fasilitas. Menariknya, Solo tetap bisa diterapkan pakai alat sederhana seperti kertas atau benda yang ada di sekitar. Guru memang perlu belajar dulu supaya bisa membedakan level pemahaman siswa tapi kalau sudah terbiasa, pembelajaran bisa jadi lebih seru dan efektif anak pun jadi tidak mudah bosan dan lebih aktif untuk berpikir.