Mengelola Siswa yang Memiliki Trauma dalam Belajar

 


Mengelola siswa yang terpengaruh trauma merupakan tugas yang membutuhkan keseimbangan yang cermat.

Sebagai pendidik, harus menyadari dampak masa lalu yang sulit, sambil berharap masa depan yang lebih baik bagi siswa. Terus berupaya menciptakan lingkungan yang aman untuk mereka berbagi cerita, namun tetap mempertahankan batas profesional. Di sisi lain, sebagai pendidik juga harus menjaga kesehatan mental diri juga sambil memberikan dukungan pada siswa. Meski berpusat pada ruang kelas, peran guru sangat bergantung pada dukungan dari komunitas guru-guru.

Terkait tentang trauma dan pembelajaran sosial emosional (SEL). Dua prinsip mendasar mencuat dari diskusi tersebut: pertama, pentingnya mendekati siswa sebagai individu dan membangun hubungan kuat serta personal yang dapat mendukung mereka yang terdampak trauma. Kedua, menciptakan hubungan ini menuntut adanya perubahan budaya yang lebih luas, di mana komunitas berkolaborasi untuk menyediakan ruang di mana siswa, guru, dan staf lainnya bisa berkembang.

Bahkan di kelas yang tampaknya tidak terpengaruh trauma, penting untuk tidak mengabaikan kemungkinan trauma pada siswa. Penelitian dari Centers for Disease Control and Prevention menunjukkan bahwa trauma masa kecil lebih luas dari yang diperkirakan dan sering kali tak terlihat. Praktik yang sadar trauma dan pembelajaran sosial emosional sebenarnya bermanfaat bagi semua siswa, mendorong pengembangan kesadaran diri, empati, pengaturan diri, dan keterbukaan pada kerja tim. Zero to Three, organisasi nirlaba, menyarankan pendekatan "universal," di mana semua anak dianggap mungkin terkena dampak trauma dan memerlukan dukungan dalam pembelajaran sosial emosional.

Sejumlah studi mendukung pendekatan ini. Sebuah metastudi pada 2017 yang melibatkan lebih dari 97.000 siswa TK-SMA menemukan bahwa praktik SEL dapat meningkatkan prestasi akademik, mengurangi perilaku bermasalah, serta menurunkan tekanan emosional dalam jangka panjang.

Lalu, bagaimana kita bisa menyeimbangkan fokus pada kebutuhan individu dengan komitmen komunitas terhadap SEL yang peka trauma? Para pendidik dapat untuk:

Kenali Siswa Anda

Untuk mendukung siswa yang mengalami trauma, prioritas harus diberikan pada hubungan daripada isi pelajaran. Banyak pendidik menegaskan bahwa jika kita tidak memperhatikan trauma, maka siswa yang terganggu dan tidak fokus tidak akan mendapatkan manfaat dari kurikulum terbaik sekalipun. Saran mereka: hubungan yang personal adalah fondasi bagi SEL dan praktik yang sadar trauma.

Namun, dengan jumlah siswa yang berbeda-beda di setiap kelas, bagaimana guru dapat mengenali dan mendukung setiap siswa secara efektif? Jawabannya adalah dukungan kolektif, dengan pendekatan berbasis tim yang melibatkan seluruh sistem pendidikan. Menurut Mathew Portell, seorang kepala sekolah yang sadar trauma, penting untuk memahami bahwa setiap siswa merespons trauma dengan cara yang berbeda, dan mengenali kisah hidup mereka dapat membantu guru dalam memberikan dukungan yang tepat.

Trauma dapat muncul dalam berbagai bentuk perilaku yang sering kali disalahartikan sebagai gangguan. Misalnya, Sarah MacLaughlin mencatat bahwa kewaspadaan yang berlebihan bisa tampak seperti hiperaktif, sementara ketakutan bisa terlihat seperti agresi. Pentingnya memahami perilaku ini terlihat jelas dalam pengalaman Kareem Farah, seorang guru matematika, yang mengamati bahwa siswa yang mengalami kemiskinan sering kali mengekspresikan rasa sakit mereka melalui kemarahan.

Model Sekolah Secara Menyeluruh

Hubungan personal memang sangat penting, tetapi dampak dari hubungan ini akan lebih besar bila didukung oleh pendekatan di seluruh sekolah dan komunitas. Banyak pendidik yang menyarankan adanya konsistensi tim dalam penerapan pendekatan sadar trauma, di mana semua orang di sekolah, termasuk administrator dan staf, berkomitmen pada perubahan pola pikir ini. Dukungan ini memperkuat solidaritas dalam mendukung siswa secara berkelanjutan.

Sejumlah guru juga berbagi pendekatan yang bisa digunakan untuk menggalakkan keterlibatan staf. Di beberapa sekolah, pertemuan kelompok kecil digunakan untuk saling mendukung dan mengingatkan rekan kerja tentang pentingnya kesadaran akan trauma. Beberapa sekolah bahkan melibatkan semua staf dalam lingkaran pemulihan, memberikan pengalaman langsung dalam keterampilan sosial emosional yang diperlukan oleh siswa.

Fokus pada Kesejahteraan Guru

Sebagai pendidik, kita tidak boleh mengabaikan kebutuhan sosial dan emosional diri kita sendiri. Banyak pendidik dalam diskusi menyadari bahwa dukungan sosial emosional juga perlu dimulai dari guru. Dukungan ini tidak hanya membantu guru menangani dampak trauma tidak langsung, tetapi juga membangun ekosistem belajar yang sehat di mana semua anggota komunitas dapat berkembang. Menurut organisasi Move This World, perhatian pada kesejahteraan guru memungkinkan mereka untuk lebih siap dalam mendukung kebutuhan siswa secara autentik.

Akhirnya, tantangan yang dihadapi oleh para pendidik dalam mendukung siswa tidak dapat diatasi oleh sekolah sendiri. Diperlukan kerja sama dengan orang tua, konselor, dan pihak lain untuk membimbing siswa melalui tantangan. Sehingga, trauma dan pembelajaran sosial emosional (SEL) adalah tanggung jawab kita semua.


Referensi

Alex Shevrin Venet. 2018. The How and Why of Trauma-Informed Teaching

2 Komentar

  1. Nama:Elisnawatie
    Kela:VD
    NPM:2386206069

    Izin menambahkan pak trauma bisa dialami sejak usia sangat dini, bahkan sebelum anak masuk sekolah. Pengalaman-pengalaman sulit seperti kehilangan, kekerasan, atau ketidakstabilan keluarga dapat meninggalkan jejak emosional yang memengaruhi cara anak belajar dan berinteraksi di kelas. Karena itu, penting bagi guru untuk memahami bahwa perilaku siswa seperti sulit fokus, mudah marah, atau tampak tidak peduli bisa jadi merupakan respons terhadap trauma yang telah dialami sebelumnya.Izin menambahkan pak bahwa trauma bisa dialami sejak usia sangat dini, bahkan sebelum anak masuk sekolah. Pengalaman-pengalaman sulit seperti kehilangan, kekerasan, atau ketidakstabilan keluarga dapat meninggalkan jejak emosional yang memengaruhi cara anak belajar dan berinteraksi di kelas. Karena itu, penting bagi guru untuk memahami bahwa perilaku siswa seperti sulit fokus, mudah marah, atau tampak tidak peduli bisa jadi merupakan respons terhadap trauma yang telah dialami sebelumnya.Izin menambahkan pak bahwa trauma bisa dialami sejak usia sangat dini, bahkan sebelum anak masuk sekolah. Pengalaman-pengalaman sulit seperti kehilangan, kekerasan, atau ketidakstabilan keluarga dapat meninggalkan jejak emosional yang memengaruhi cara anak belajar dan berinteraksi di kelas. Karena itu, penting bagi guru untuk memahami bahwa perilaku siswa seperti sulit fokus, mudah marah, atau tampak tidak peduli bisa jadi merupakan respons terhadap trauma yang telah dialami sebelumnya.Dengan dukungan dari seluruh pihak di sekolah, serta perhatian terhadap kesejahteraan guru, kita dapat menciptakan lingkungan belajar yang sadar trauma dan mampu mendukung siswa sejak tahap perkembangan paling awal.

    BalasHapus
  2. Nama : Isdiana Susilowati Ibrahim
    Npm : 2386206058
    Kelas : VB PGSD

    Izin menanggapi pak, terkait materi ini adalah sebagai guru kita harus menciptakan lingkungan nyaman aman dan mendukung siswa. Karena mengelola siswa yang memiliki trauma sangatlah mempengaruhi mental siswa dan kesehatannya. Sebagai guru Kita juga harus memperhatikan kesehatan mental siswanya. Karena kita tidak tahu bahwa anak tersebut mengalami trauma di mana saja baik di lingkungan keluarga ataupun lingkungan sekitarnya maka dari itu, penting untuk guru menerapkan dua prinsip yang ada pada materi di atas. Materi di atas juga mengajarkan kita untuk cara mengatasi masalah trauma salah satunya adalah melakukan pendekatan kepada siswa tersebut. selain itu juga materi ini memberi wawasan yang berguna tentang peran guru dan komunitas sekolah dalam membantu siswa yang mengalami trauma.

    BalasHapus
Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak