
Constructivism dan Constructionism
Dalam dunia pendidikan, teori pembelajaran memegang peranan penting untuk memahami cara peserta didik belajar dan mengembangkan pengetahuan mereka. Dua teori yang sering kali menimbulkan kebingungan adalah constructivism dan constructionism. Walaupun keduanya berfokus pada pembelajaran aktif, pendekatan dan fokus dari masing-masing teori ini memiliki perbedaan yang signifikan.
Pengertian Constructivism
Constructivism adalah teori pendidikan yang menekankan bahwa pembelajaran adalah proses aktif di mana peserta didik membangun pemahaman dan pengetahuan mereka sendiri berdasarkan pengalaman dan refleksi. Teori ini berakar pada gagasan bahwa pembelajaran tidak hanya terjadi melalui transfer informasi dari guru ke siswa, melainkan melalui interaksi antara pengalaman baru dan pengetahuan yang sudah dimiliki peserta didik.
Menurut Jean Piaget, seorang psikolog Swiss yang menjadi pelopor teori ini, anak-anak membangun pemahaman mereka sendiri berdasarkan pengalaman langsung. Piaget menekankan bahwa pembelajaran bersifat progresif, dengan peserta didik secara bertahap mengembangkan pemahaman mereka melalui tahapan perkembangan kognitif. Sementara itu, Lev Vygotsky, seorang psikolog Rusia, menambahkan bahwa interaksi sosial dan konteks budaya memainkan peran penting dalam proses pembelajaran. Ia memperkenalkan konsep "zone of proximal development" (ZPD) yang menjelaskan bahwa peserta didik dapat mencapai tingkat pemahaman yang lebih tinggi dengan bantuan orang lain, seperti guru atau teman sebaya.
Elemen Penting dalam Constructivism
Pembelajaran Aktif: Peserta didik secara aktif terlibat dalam proses pembelajaran, bukan hanya menerima informasi secara pasif.
Konstruksi Pengetahuan: Peserta didik membangun pengetahuan mereka sendiri dengan menghubungkan informasi baru dengan pengetahuan yang sudah ada.
Pengetahuan Awal: Pengetahuan sebelumnya menjadi dasar untuk membangun pemahaman baru.
Interaksi Sosial: Diskusi, kerja kelompok, dan kolaborasi menjadi bagian penting dari proses pembelajaran.
Pembelajaran Kontekstual: Pembelajaran terjadi dalam konteks yang relevan dan bermakna bagi peserta didik.
Contoh Penerapan Constructivism
Kelas Sains: Dalam pelajaran tentang ekosistem, guru menyediakan stasiun pembelajaran yang menampilkan berbagai jenis ekosistem seperti kolam, hutan, dan gurun. Peserta didik mengamati materi yang tersedia, berdiskusi dalam kelompok, dan membuat peta konsep untuk menunjukkan interaksi antar komponen ekosistem.
Pembelajaran Matematika: Dalam memahami konsep pecahan, siswa menggunakan potongan kertas berbentuk lingkaran yang dibagi menjadi bagian-bagian tertentu. Mereka memanipulasi potongan tersebut untuk memahami hubungan antar pecahan.
Pengertian Constructionism
Constructionism adalah teori pembelajaran yang dikembangkan oleh Seymour Papert, seorang ilmuwan komputer dan pendidik yang terinspirasi oleh teori konstruktivis Piaget. Namun, Papert menambahkan elemen baru dalam teori ini, yaitu fokus pada penciptaan artefak nyata. Ia percaya bahwa peserta didik paling efektif dalam membangun pengetahuan ketika mereka secara aktif membuat sesuatu yang bermakna bagi mereka.
Papert menekankan pentingnya teknologi dan media dalam proses pembelajaran. Menurutnya, alat-alat seperti komputer dapat memberikan peluang baru bagi peserta didik untuk menciptakan dan bereksperimen. Proses penciptaan ini tidak hanya membantu peserta didik memahami konsep, tetapi juga mendorong mereka untuk belajar secara mandiri dan kreatif.
Elemen Penting dalam Constructionism
Belajar Melalui Pembuatan: Pembelajaran terjadi ketika peserta didik membuat sesuatu yang nyata dan bermakna.
Pembelajaran Berbasis Proyek: Proyek-proyek yang melibatkan penciptaan produk menjadi fokus utama.
Refleksi dan Iterasi: Peserta didik merefleksikan hasil kerja mereka dan melakukan perbaikan berdasarkan umpan balik.
Pemikiran Komputasional: Teknologi sering digunakan untuk membantu proses penciptaan dan pembelajaran.
Relevansi Pribadi: Proyek didasarkan pada minat dan pengalaman pribadi peserta didik.
Contoh Penerapan Constructionism
Kelas Teknologi: Dalam pelajaran pemrograman, siswa diminta untuk membuat video game sederhana menggunakan platform seperti Scratch. Mereka merancang karakter, menulis kode, dan menguji permainan yang mereka buat.
Eksperimen Sains: Anak-anak diberikan kit elektronik sederhana yang terdiri dari baterai, lampu, dan kabel. Mereka diminta untuk membuat rangkaian listrik dan bereksperimen dengan berbagai konfigurasi untuk memahami prinsip listrik.
Perbedaan Utama Antara Constructivism dan Constructionism
Meskipun kedua teori ini berbagi banyak kesamaan, perbedaannya terletak pada fokus mereka:
Fokus Teori:
Constructivism berfokus pada proses internal individu dalam membangun pengetahuan melalui pengalaman dan refleksi.
Constructionism menekankan pembelajaran melalui penciptaan artefak nyata yang relevan dengan minat pribadi peserta didik.
Peran Artefak:
Dalam constructivism, artefak mungkin tidak selalu terlibat secara langsung.
Dalam constructionism, artefak menjadi pusat pembelajaran, seperti model, proyek, atau produk teknologi.
Pendekatan Teknologi:
Constructivism lebih fokus pada interaksi sosial dan pengalaman langsung.
Constructionism sering kali melibatkan teknologi dan alat digital untuk mendukung pembelajaran.
Integrasi Kedua Pendekatan
Kombinasi constructivism dan constructionism dapat menciptakan pengalaman pembelajaran yang lebih kaya. Misalnya, seorang guru dapat menggunakan pendekatan konstruktivis untuk memperkenalkan konsep dasar dan kemudian menggunakan pendekatan konstruksionis untuk mendorong peserta didik menciptakan sesuatu berdasarkan pemahaman mereka. Hal ini tidak hanya memperdalam pemahaman peserta didik tetapi juga meningkatkan keterampilan kreatif dan pemecahan masalah.
Implikasi dalam Pengajaran dan Pembelajaran
Dalam penerapan teori ini, guru perlu memperhatikan beberapa hal:
Penciptaan Lingkungan Belajar yang Mendukung: Guru harus menciptakan lingkungan yang mendorong eksplorasi, refleksi, dan kolaborasi.
Penggunaan Teknologi: Teknologi dapat menjadi alat yang efektif untuk mendukung pembelajaran, terutama dalam proyek berbasis constructionism.
Pendekatan Diferensiasi: Guru harus mempertimbangkan kebutuhan dan minat individu peserta didik untuk menciptakan pengalaman belajar yang bermakna.
Umpan Balik yang Konstruktif: Guru perlu memberikan umpan balik yang membantu peserta didik merefleksikan pekerjaan mereka dan melakukan perbaikan.
Constructivism dan constructionism adalah dua teori pembelajaran yang saling melengkapi. Keduanya menekankan peran aktif peserta didik dalam membangun pengetahuan, tetapi dengan pendekatan yang berbeda. Constructivism fokus pada proses internal dan refleksi, sedangkan constructionism menekankan penciptaan artefak nyata sebagai bagian dari pembelajaran. Dengan memahami dan mengintegrasikan kedua pendekatan ini, guru dapat menciptakan pengalaman pembelajaran yang lebih bermakna dan efektif bagi peserta didik.
Dengan memanfaatkan elemen-elemen penting dari kedua teori ini, pendidikan dapat lebih berfokus pada pembelajaran yang relevan, kreatif, dan berpusat pada peserta didik. Integrasi teori ini tidak hanya memberikan pemahaman yang lebih dalam, tetapi juga mempersiapkan peserta didik untuk menghadapi tantangan dunia nyata dengan lebih baik.
Referensi
Terrell Heick. 2024. The Difference Between Constructivism And Constructionism
Papert, S., & Harel, I. (1991). Constructionism: Research reports and essays, 1985–1990. Ablex Publishing Corporation.
Nama: Isdiana Susilowati Ibrahim
BalasHapusNpm: 2386206058
Kelas: VB PGSD
Izin pak, terkait materi di atas ada teori yang membahas pembelajaran dengan cara constructionism dimana pembelajarannya menekankan pada teknologi.
Pertanyaan saya pak : apabila pembelajaran ini diterapkan kesekolah kususnya ke anak SD bagaimana caranya pembelajaran ini bisa berjalan karena pada jaman yang modern ini orang tua sangat takut pada anak nya yang terlalu lama dalam bermain teknologi . Bagaimana dari pihak, sekolah menanggapi masalah ini . Dan juga apabila dalam, sekolah tersebut tidak ada teknologi seperti komputer, bagaimana pembelajaran di atas dapat berjalan 🙏
Nama : Oktavia Ramadani
HapusNPM : 2386206086
Kelas : 5D
Izin menjawab pak 🙏🏻 untuk isdi , menurut saya memang benar banyak sekali orang tua yang takut anaknya untuk berlama-lama bermainan atau belajar tentang teknologi karena banyak sekali kasus anak kecil menyalah gunakan teknologi untuk kehidupan mereka contohnya banyak sekali dampak negatif dari handphone contohnya dipakai untuk menonton yang belum batas wajar umur mereka , tetapi di sinilah peran sekolah untuk membedakan penggunaan teknologi ini untuk belajar atau untuk hiburan , kadang orang tua ini perlu sekali di yakin kan ketika anaknya menggunakan komputer / tablet di sekolah tujuan nya bukan hanya sekedar bermain game saja tapi untuk menciptakan suatu proyek contohnya seperti ( coding , membuat animasi atau pun bisa membuat dan merancang presentasi ) dan sekolah bisa membatasi pemakaian teknologi itu misalnya dengan durasi 30 menit saja per sesi dan hanya menggunakan aplikasi yang ramah terhadap anak , dan menurut saya nihhh ya ketika sekolah tidak memiliki teknologi itu bukan masalah yang besar , karena Constructionism sebenarnya bukan selalu harus menggunakan komputer tapi akan lebih membuat sesuatu yang bermakna , jadi siswa bisa dialihkan nihhhh dengan proyek sederhana seperti membuat kerajinan membuat miniatur rumah dari stik es krim atau bahkan bisa eksperimen sains niii seperti membuat rangkaian listrik dari baterai dan lampu kecil maka dari itu anak akan belajar dengan membuat sesuatu meskipun tidak melibatkan teknologi digital .
Nama: Dominika Dew Daleq
HapusNpm: 2386206051
Kelas: V.A
Baik disini saya izin jawab pertanyaan ini.
Saya rasa ini adalah dua pertanyaan yang sangat relevan dengan kondisi pendidikan kita saat ini, terutama untuk tingkat SD. Mari saya jawab satu per satu, Kekhawatiran orangtua tentang screen time itu sebenarnya valid dan wajar, tapi kita perlu bedakan antara screen time pasif seperti nonton YouTube dengan screen time produktif seperti coding atau membuat konten edukatif dimana constructionism masuk kategori produktif ini. Untuk mengatasi kekhawatiran orangtua, sekolah harus melakukan komunikasi transparan dengan menjelaskan bahwa teknologi digunakan untuk menciptakan bukan consuming, ada batasan waktu jelas maksimal enam puluh sampai sembilan puluh menit per hari dengan supervisi ketat, dan menerapkan pendekatan yang seimbang dimana tidak semua pembelajaran memakai teknologi tapi dikombinasi dengan aktivitas lain. Sekolah juga perlu melibatkan orangtua melalui workshop dan memamerkan karya anak sehingga mereka bisa lihat langsung hasil nyata seperti game atau animasi yang anak buat sendiri, sambil mengedukasi bahwa digital literasi adalah keterampilan hidup yang diperlukan di era ini jadi lebih baik memandu anak pakai teknologi produktif daripada melarang total mereka.
Untuk sekolah yang tidak punya teknologi, ini justru bukan masalah besar karena constructionism itu sebenarnya TIDAK harus pakai komputer, intinya adalah belajar dengan membuat bukan belajar dengan komputer. Ada banyak alternatif praktis yang bisa dilakukan seperti unplugged coding dengan gerakan tubuh atau kartu algoritma, membuat dengan bahan sederhana seperti roket air dari botol plastik atau jembatan dari stik es krim, storytelling dan drama dengan membuat buku cerita atau pertunjukan boneka, proyek berbasis alam seperti herbarium atau proyek taman, bikin alat musik dari barang bekas, Semua aktivitas ini tetap constructionism dalam bentuk paling murni dan justru lebih sesuai untuk anak SD yang berada dalam tahap operasional konkret dimana mereka butuh pengalaman fisik nyata dan langsung.
Pendekatan non-digital ini malah punya banyak keuntungan untuk SD karena perkembangan sensorimotorik lebih optimal, fine motor skills terasah, tidak ada screen time concern, social interaction lebih intens, kreativitas tanpa batas, dan berkelanjutan, serta murah. Jadi kesimpulannya, untuk mengatasi kekhawatiran orangtua lakukan komunikasi, tunjukkan value, menetapkan batasan jelas, dan melibatkan mereka dalam prosesnya, sedangkan untuk sekolah tanpa teknologi constructionism tetap berlaku bahkan lebih autentik dengan fokus pada pembuatan langsung menggunakan bahan dan alam sekitar, dimana kreativitas guru jadi kunci utama, dan yang terpenting anak SD justru lebih butuh pembuatan fisik daripada digital jadi tidak punya teknologi bukan kerugian malah bisa jadi keuntungan.
Nama : Reslinda
HapusKelas : 5C Pgsd
Npm : 2386206067
Izin menjawab ya Isdiana, pembelajarn konstruksionisme tetap bisa diterapkan di SD asalkan penggunaan teknologi daerahnya terarah. Orang tua biasanya takut anaknya kecanduan gadget, jadi sekolah perlu jelasin ahwa teknologi dipakai untuk kegiatan belajar yang jelas, bukan sekadar main.
Kalau sekolah nggak punya komputer, prinsip konstruksionisme tetap bisa jalan kok. Intinya bukan harus pakai teknologi, tapi bagaimana anak belajar dengan membuat, mencoba, dan mengeksplorasi sendiri lewat proyek atau aktivitas sederhana. Jadi teknologi itu hanya pendukung, bukan keharusan.
Nama : Oktavia Ramadani
BalasHapusNPM : 2386206086
Kelas : 5D
Materi yang dijelaskan menurut saya sangat relevan dalam pendidikan yang menuntut siswa akan lebih aktif, kreatif , dan mampu memecahkan masalah yang nyata menurut saya kedua teori ini sangat di perlukan sekali di pendidikan, contructivism itu teori pendidikan yang menekankan bahwa pembelajaran itu merupakan proses aktif di mana siswa membangun pemahaman mereka dari pengalaman nyata mereka sendiri , teori ini menjelaskan siswa itu tidak hanya belajar melalui transfer dari guru saja tetapi bisa melalui interaksi dari pengalaman baru dengan pengalaman pengetahuan yang sudah dimiliki siswa , sedangkan contructionism Ituu merupakan teori yang berfokus pada penciptaan artefak nyata, siswa itu paling efektif membangun pengetahuan ketika siswa akan aktif ketika membuat sesuatu yang bermakna .
Nama : Andi Nurfika
BalasHapusNPM :2386206017
Kelas : V B PGSD
baik bisa kita ketahui bahwa kontruktivisme ada teori pendidikan yang mengajarkan siswa aktif untuk membangun pemahaman dan pengetahuan mereka sendiri dari pengalaman dan refleksi. menurut Jean peaget peserta didik secara bertahap mengembangkan pemahaman mereka melalui perkembangan kognitifnya.
Nama : Andi Nurfika
HapusNPM : 2386206017
Kelas : VB PGSD
saya izin tambahkan pak adapula teori contructionism dimana teori ini menekankan pentingnya teknologi dan media dalam proses mengajar yang berarti teori ini menyarankan pembelajaran menggunakan teknologi tetapi teori ini akan sulit digunakan jika sekolah kekurangan alat teknologi atau kurangnya jangkauan untuk menggunakan teknologi seperti kurangnya komputer bahkan ada sekolah yang tidak memiliki komputer bahkan juga minim ada sekolah yang di kampung terpencil yang terbatas listriknya. apakah ada pengganti atau alternatif lain untuk tetap menerapkan teori ini di sekolah pedalaman yang kurang minim teknologi dan listrik?
Nama: Maya Apriyani
HapusNpm: 2386206013
Kelas: V.A
Izin menanggapi pertanyaan dari ka Andi nurfika, Apakah ada pengganti atau alternatif lain untuk menerapkan teori contructionism ini di sekolah kedalaman yang kurang teknologi dan listrik?
Menurut saya sepertinya ada alternatif yang bisa kita lakukan apabila kita mengajar di sekolah yang pedalaman kemudian memiliki tantangan teknologi dan listrik yang di mana Teori ini belajar dan membuat sesuatu, Jadi sebenarnya Teori ini bukan tentang alatnya tapi bagaimana siswa tersebut dapat menciptakan sesuatu. Misalnya siswa belajar membuat alat untuk menjernihkan air dengan sederhana siswa itu diminta untuk mengumpulkan bahan-bahannya kemudian mempraktekkannya, pembelajaran ini tidak menggunakan teknologi namun bermakna bagi siswa dan juga menciptakan sesuatu dan siswa dapat mengetahuan bagaimana proses penjernihan air terjadi. Terima kasih
Nama: Dominika Dew Daleq
HapusNpm: 2386206051
Kelas: V.A
Saya izin menjawab/menambah jawaban yang saya tahu dari pertanyaan tersebut 🙏🏻
Apakah ada pengganti atau alternatif lain untuk tetap menerapkan teori ini di sekolah pedalaman yang kurang minim teknologi dan listrik?
Menurut saya, pertanyaan ini sangat penting karena memang realita di Indonesia itu beragam sekali, ada sekolah di kota besar yang fasilitasnya lengkap, tapi ada juga sekolah di pedalaman yang bahkan listrik saja belum stabil atau tidak ada sama sekali, tapi menurut saya, justru ini yang membuat teori constructivism dan constructionism itu kuat, karena pada dasarnya teori ini tidak hanya bergantung pada teknologi saja.
Perlu ditegaskan kembali bahwasanya constructionism itu bukan tentang teknologi, tapi tentang proses membuat sesuatu yang bermakna. Jadi walaupun tidak ada listrik atau teknologi, teori ini tetap bisa diterapkan, malah bisa jadi lebih autentik karena lebih dasar ke kehidupan sehari-hari siswa.
Ada pun Alternatif dan strategi yang bisa diterapkan:
1. Manfaatkan kearifan lokal dan sumber daya alam setempat.
Ini yang paling masuk akal untuk konteks pedalaman. Setiap daerah pasti punya sumber daya unik yang bisa dimanfaatkan.
2. Pembelajaran berbasis proyek komunitas
Di pedalaman, koneksi antara sekolah dan komunitas biasanya lebih kuat manfaatkan ini.
Contoh:
Project pertanian: Siswa membuat kebun sekolah, eksperimen dengan berbagai teknik tanam (kompos vs non-kompos, jarak tanam berbeda), dokumentasi pertumbuhan tanaman, analisis hasil panen. Ini mencakup sains, matematika, bahkan ekonomi.
3. Membuat dengan bahan alam dan bekas.
Tidak butuh beli material mahal atau listrik.
Contoh praktis nya itu:
Belajar seni dan kerajinan: Bikin pigment cat alami dari tanah liat berbeda warna, arang, kunyit. Terus pakai untuk melukis.
Justru di sekolah pedalaman dengan keterbatasan teknologi, constructivism dan constructionism bisa lebih murni dan autentik. Karena siswa benar-benar membangun pengetahuan dari pengalaman langsung dengan lingkungan mereka, bukan dari simulasi digital, yang terpenting adalah kerangka berpikir guru, jangan lihat keterbatasan sebagai hambatan, tapi sebagai kesempatan untuk kreativitas, setiap konteks punya sumber daya unik yang bisa dimanfaatkan.
Nama: Nanda Vika Sari
BalasHapusKelas: 4B PGSD
Npm: 2386206053
Pada materi constructiviisme dan construkionism ini sama-sama memberi tau bahwa betapa pentingnya peran aktif pada siswa untuk membangun pengetahuan namun dengan fokus yang berbeda-beda. Pada integrasi keduanya bisa menciptakan pembelajaran yang lebih aktif dan relevan pada siswa
Nama : Juliana Dai
HapusNPM : 2386206029
Kelas : V,B
Saya izin menyangga, jadi menurut saya, benar seperti yang dikatakan bahwa kedua teori ini sama-sama menekankan peran aktif siswa dan bahwa integrasi keduanya bisa membuat pembelajaran lebih relevan, tetapi ada satu poin penting yang perlu saya sangga atau diklarifikasi lebih dalam, yaitu pada poin perbedaannya. Jadi perbedaannya ini bukan hanya soal fokus yang berbeda-beda, melainkan perbedaan yang sangat fundamental dalam hasil akhir dan peran artefak. Konstruktivisme (Piaget/Vygotsky) lebih fokus pada proses internal siswa, bagaimana pemahaman dan pengetahuan dibangun di dalam pikiran melalui pengalaman dan refleksi, seperti saat siswa berdiskusi atau memanipulasi potongan kertas pecahan. Jadi, tujuan utamanya adalah perubahan struktur kognitif di dalam diri siswa.
Dan yang perlu saya sanggah juga di sini yaitu bahwa konstruksionisme (Papert) menambahkan satu langkah krusial yang melampaui proses internal tersebut. Konstruksionisme tidak hanya soal bagaimana pengetahuan dibangun di pikiran (konstruktivisme), tetapi bagaimana pengetahuan itu kemudian diwujudkan atau dibuat menjadi artefak nyata di dunia luar (seperti membuat video game, model, atau rangkaian listrik). Ini yang disebut belajar melalui pembuatan. Jika konstruktivisme bisa berakhir di peta konsep atau pemahaman di kepala, konstruksionisme harus menghasilkan produk nyata yang bisa dilihat, diuji, Dandi refleksikan. Oleh karena itu, integrasi yang optimal bukan hanya membuat pembelajaran lebih aktif, tapi secara spesifik harus memastikan siswa menciptakan sesuatu yang bermakna dengan menggunakan pengetahuan mereka.
Nama : Andi Nurfika
BalasHapusNPM :2386206017
Kelas : VB PGSD
adapula elemen penting kontruktivisme yang harus kita ketahui seperti yang pertama pembelajaran aktif pembelajaran aktif yang di maksud di sini yaitu pereserta didik harus ikut aktif dalam pembelajaran bukan hanya menerima materi saja. yang kedua kontruksi berarti peserta didik mampu menghubungkan informasi baru dengan pengetahuan yang sudah ada. ketiga pengetahuan awal berarti dengan siswa sebelumnya memiliki pengetahuan ini dan pengetahuan tersebut akan menjadi dasar pemahaman baru di pembelajaran. keempat interaksi sosial siswa di sini di ajak berinteraksi sosial mulai dari kerja kelompok, diskusi kelompok ataupun kaloborasi. yang terakhir kontekstual jadi pembelajaran ini harus terkonteks yang relevan dan bermakna untuk peserta didik.
saya ingin bertanya apakah elemen elemen di atas wajib di terapkan semuanya saat pembelajaran menggunakan teori kontekstual?
Nama: Maya Apriyani
HapusNpm: 2386206013
kelas: V.A
izin menanggapi pertanyaan dari saudari Nurfika.
menurut saya tentunya iya semua elemen-elemen harus di terapkan, tapi bukan dalam satu waktu yang sama harus di terapkan semua melainkan bertahap. misalnya pada pertemuan pertama elemen yang ada di terapkan pembelajaran aktif dan kontruksi kemudian seiring berjalannya waktu semua elemen tersebut terjalankan. terima kasih
Nama: Dominika Dew Daleq
HapusNpm: 2386206051
Kelas: V.A
Baik di sini saya akan menambah sedikit jawaban saya dari pertanyaan tersebut.
Apakah elemen-elemen constructivism (pembelajaran aktif, konstruksi pengetahuan, pengetahuan awal, interaksi sosial, dan kontekstual) wajib diterapkan semuanya saat pembelajaran menggunakan teori ini?
Jadi pertanyaan yang di ajukan ini sangat bagus sekali, karena memang sering membuat bingung apakah kita harus terapkan secara ketat semua elemen atau bisa fleksibel. Menurut pemahaman saya sendiri, jawaban saya adalah tidak harus semua sekaligus dalam setiap pembelajaran, tapi idealnya semua elemen ini ada dalam keseluruhan proses pembelajaran.
Idealnya memang semua elemen ada, karena kelima elemen itu saling mendukung dan memperkuat satu sama lain, tapi dalam praktiknya, prioritas dan penekanan bisa berbeda tergantung konteks, materi, waktu, dan tujuan pembelajaran spesifik.
Elemen yang WAJIB selalu ada:
1. Pembelajaran aktif Ini tidak bisa dinegosiasikan.
Siswa harus terlibat aktif, bukan cuma duduk diam mendengarkan ceramah saja.
2. Konstruksi pengetahuan
Siswa harus menghubungkan informasi baru dengan pengetahuan lama. Ini inti dari teori ini.
Elemen yang penting tapi bisa divariasi intensitasnya:
1. Pengetahuan awal
Kadang perlu waktu lama untuk mengeksplorasi, kadang cukup ulasan cepat.
2. Interaksi sosial
Tidak harus setiap sesi kerja kelompok, kadang individual bekerja juga penting, yang penting dalam keseluruhan pembelajaran ada momen kolaborasi.
3. Pembelajaran kontekstual
Level relevansi bisa bervariasi, tapi siswa harus bisa lihat makna dari yang dipelajari.
Jadi kesimpulannya, semua elemen harus ada dalam keseluruhan pembelajaran, tapi tidak harus semua maksimal di setiap sesi.
Guru yang baik bisa fleksibel mengatur kelima elemen ini tahu kapan menekankan yang mana sesuai konteks. Bukan soal checklist semua ada, tapi soal kombinasi optimal untuk mencapai tujuan pembelajaran.
Nama: Nur Aulia Miftahul Jannah
BalasHapusNPM: 2386206085
Kelas: 5D PGSD
Bacaan ke enam saya kali ini membuat otak saya bekerja lebih dari biasa. Pasalnya tercium bau pembaruan yang pasti akan berdampak lebih pada hasil diri siswa dalam atau setelah pembelajaran. Konstruktivisme vs konstruksionisme. Teori belajar yang sama sama membuat siswa berperan langsung dalam pembelajaran. Tapi kalau di collab akan menghasilkan pembelajaran yang lebih maju.
Pekan lalu, saya baru saja berkenalan dengan konstruktivisme ini. Dan hari ini saya berkenalan lagi dengan adiknya keluaran lebih baru yakni konstruksionisme. Tapi keduanya tetap dibutuhkan di dunia pembelajaran yang menganut siswa sebagai sentralnya. Nah, anggap saja dikomen saya ini ke duanya adalah teori kakak beradik dulu ya Pak.
Saat berpikir sejenak, ada pertanyaan yang muncul di pikiran saya Pak. Misalkan, saya ambil contoh kelas 5 SD Pelajaran IPAS. Nah, kan di dalam satu semester itu biasanya ada 8 bab Pak. 4 bab materi IPA dan 4 bab materi IPS. Kalau misalnya kita fokus ke 4 BAB yang ada di IPA. Apakah untuk semua babnya itu bagusnya direalisasikan kedua teori pembelajaran kakak-beradik ini Pak? Untuk membuat pembelajaran bermakna langsung kepada siswa. Atau cukup 1-2 bab saja? Lalu, Apakah ada teori pembelajaran penting lainnya yang membuat siswa belajar dengan tetap bermakna selain teori konstruktivisme dan konstruksionisme yang pendekatannya adalah siswa sebagai sentral ini Pak? Kalau ada, berarti bisa dicombine dengan teori tersebut ya Pak? Atau bagaimana ya Pak?
Terima kasih, Pak.
Nama : Andi Nurfika
BalasHapusNPM : 2386206017
Kelas : VB PGSD
saya ingin bertanya pak, apakah masih ada mata pelajaran yang belum menggunakan teori kontruksivisme dan kontruksionisme pada tahun 2025 ini. jika belum, apa dampaknya terhadap siswa. dan bagaimana solusinya?
Nama:Rismardiana
HapusNPM :2386206025
Kelas: 5B PGSD
Izin menjawab pak🙏🏻, untuk pertanyaan dari Andi Nurfika sudah mewakil apa yang saya ingin tanyakan dan sudah saya dapatkan solusinya juga, memang masih ada beberapa mata pelajaran yang belum sepenuhnya menerapkan teori konstruktivisme dan konstruksionisme, terutama yang masih berfokus pada hafalan. Dampaknya, siswa jadi kurang aktif dan sulit mengembangkan Kreativitas serta kemampuan berpikir kritis. Jadi menurut Saya, Solusinya guru perlu di latih lagi untuk merancang pembelajaran yang lebih interaktif dan berbasis proyek, agar siswa bisa membangun dan menerapkan pengetahuan Secara langsung. Dengan begitu, semua mata pelajaran bisa lebih bermakna dan relevan bagi Siswa.
Nama:Elisnawatie
HapusNPM:2386206069
Kelas:5D
Izin menjawab pak pertanyaan dari Andi nurfika pak
Pada tahun 2025, sebagian besar kurikulum di berbagai negara, termasuk Indonesia melalui Kurikulum Merdeka, sudah banyak mengadopsi prinsip konstruktivisme dan konstruksionisme yaitu pembelajaran yang menekankan aktivitas siswa dalam membangun pengetahuan sendiri. Namun, penerapan di lapangan belum merata. Masih ada beberapa mata pelajaran atau praktik pengajaran yang belum sepenuhnya menggunakan pendekatan ini.Walaupun secara teori pendidikan modern tahun 2025 sudah banyak menekankan konstruktivisme dan konstruksionisme, penerapan di kelas belum seragam. Masih ada mata pelajaran yang cenderung berfokus pada hafalan dan ceramah. Dampaknya, siswa menjadi kurang aktif, pemahaman mereka dangkal, serta kemampuan berpikir kritis dan kreatif tidak berkembang optimal Solusinya adalah dengan memperkuat pelatihan guru, mengubah cara asesmen, serta memanfaatkan lingkungan dan sumber belajar sederhana agar pembelajaran benar-benar berpusat pada siswa dan menumbuhkan kemampuan membangun pengetahuan secara mandiri
Nama: Nanda Vika Sari
HapusNpm: 2386206053
Kelas: 5B PGSD
Izin menjawab pertanyaan dari Andi Nurfika, menurut sepengetahuan saya pada tahun 2025 ini, masih ada beberapa mata pelajaran dan juga praktik pembelajaran di Sekolah Dasar yang masih belum sepenuhnya menerapkan mengenai teori konstruksiviusme dan juga teori kontruksionisme. Biasanya itu terjadi pada mata pelajaran yang mungkin masih berorientasi menggunakan hafalan ataupun pengajaran yang hanya satu arah, misalnya mata pelajaran Matematika, IPA, atau juga Bahasa Indonesia yang biasa itu dominan seperti ceramah dan juga latihan rutin. Kalau dampak yang saya ketahui terhadap siswa yaitu dapat membuat siswa menjadi kurang aktif dan juga membuat siswa hanya bisa menerima informasi saja, bukan pembangunan pengetahuan. Menurut saya solusinya, para guru bisa menggunakan konteks nyata agar para siswa dapat membangun pengetahuan dari sebuah pengalaman nyata mereka sendiri.
Nama : Reslinda
HapusKelas : 5C Pgsd
Npm : 2386206067
Izin menjawab ya Nurfika. Ditahun 2025 ini masih ada kokmata pelajaran yang belum sepenuhnya pakai pendekatan konstruktivisme atau konstruksionimse. Biasanya karena gurunya masih nyaman dengan cara ceramah, fasilitas sekolah terbatas, atau karena materinya dianggap lebih "cocok" diajar dengan cara tradisional.
Dampaknya ke siswa, mereka jadi kurang aktif mikir sendiri, kurang berani ekplorasi, dan belajar terasa membosankan karena cuma nerima informasi, bukan membangun pemahaman dari pengalaman. Padahal dua teori itu bikin siswa lebih kreatif, kritis, dan mandiri dalam belajar.
Solusinya menurut saya,guru bisa mulai pelan-pelan ubah cara mengajar, misalnya lewat dikusi kecil, proyek sederhana, atau aktivitas eksplorasi yag nggak butuh alat canggih. Sekolah juga perlu dukung dengan pelatihan, dan siswa diberi ruang untuk belajar lebih aktif. Jadi meski fasilitas terbatas, prinsipnya tetap bisa diterapkan.
Nama:Imelda Rizky Putri
HapusNpm:2386206024
Kelas:5B
Izin menjawab pertanyaan dari Andi Nurfika, jadi menurut saya, masih ada beberapa mata pelajaran yang pada tahun 2025 ini belum sepenuhnya menerapkan teori konstruktivisme dan konstruktivisme, terutama pelajaran yang masih berfokus pada hafalan dan ceramah satu arah dampaknya, siswa cenderung pasif kurang memahami konsep secara mendalam, sulit menghubungkan pengetahuan dan pengalaman nyata, dan kurang terlatih berpikir kritis, maupun kreatif. Jadi solusinya adalah mengubah pendekatan pembelajaran menjadi lebih aktif melalui proyek, diskusi, eksperimen, dan penggunaan konteks dunia nyata serta kegiatan yang mendorong dan membangun pengetahuan serta menghasilkan karya yang bermakna.
Nama: Rosidah
BalasHapusNpm: 2386206034
Kelas: V B (PGSD)
Saya setuju dengan kedua pendekatan ini memang sangat bagus di terapkan guru, untuk menciptakan pengalaman pembelajaran yang bermakna dan efektif serta bersifat relevan dan kreatif bagi peserta didik, dalam persiapan menghadapi tantangan dunia nyata dengan lebih baik.
Mungkin sedikit saran tambahan untuk di blog ini, agar membahas tentang tantangan yang dihadapi guru dalam mengimplementasikan kedua pendekatan ini dikelas, terutama sekolah yang keterbatasan teknologi dan sumber daya.
Terima kasih bapak 🙏
NAMA : Dias pinasih
HapusNPM : 2386206057
KELAS : VB PGSD
Izin menanggapi dan menambahkan sedikit pak buat jawaban dri Rosidah
Mungkin bisa ditambahkan juga contoh konkret mengenai strategi atau solusi alternatif yang dapat dilakukan guru dalam kondisi terbatas tersebut, seperti pemanfaatan media pembelajaran sederhana, kerja sma antar guru, atau penggunaan metode kolaboratif yang tidak bergantung pada teknologi tinggi.
Sekian terimakasih yaa Rosidah sudah sangat jelas
Nama : Bella ayu pusdita
BalasHapusNim : 2386206114
Kelas :5d
Izin menanggapi pak
Materi ini memberikan pemahaman yang sangat penting tentang bagaimana pembelajaran yang bermakna sesungguhnya terjadi.jadi pada intinya pergeseran dari pandangan bahwa pengetahuan diberikan menjadi pandangan bahwa pengetahuan itu di ciptakan oleh yang belajar.
Nama:Bella ayu pusdita
BalasHapusKelas:5d
Nim:2386206114
Perkembangan dari piaget ke papert menunjukkan bahwa lingkungan belajar yang bagus harus menyediakan kesempatan untuk siswa untuk mempertimbangkan pengalaman (konstruktivisme)sekaligus menciptakan sesuatu yang nyata (konstruksionisme)
Nama : Bella ayu pusdita
BalasHapusKelas : 5d
Nim :2386206114
Izin bertanya juga pak
Jika siswa harus membangun pengetahuan sendiri,bagaimana peran guru berubah dari pemberi informasi menjadi seorang fasilitator?
Nama: Maya Apriyani
HapusNpm: 2386206013
Kelas: V.A
Pada materi konstruktivisme mahasiswa Itu diminta untuk mencari pengetahuannya sendiri yang di mana tadinya peran guru itu memberikan informasi kemudian merubah menjadi fasilitator, dan di mana siswa itu harus menggali pengetahuannya sendiri tidak di suap.
Guru sebagai seorang fasilitator mendampingi siswa tersebut kemudian siswa yang menemukan pengetahuannya sendiri Nah mungkin guru itu dapat memberikan pertanyaan-pertanyaan Untuk memicu siswa agar berpikir kritis
terima kasih
Nama: Dominika Dew Daleq
HapusNpm: 2386206051
Kelas: V.A
Izin menambahkan juga jawaban dari pertanyaan di atas 🙏🏻
Pertanyaan ini cukup menarik perhatian saya, karena memang ini bergeser pada paradigma yang cukup radikal dari cara mengajar tradisional. Kalau dulu guru itu seperti "orang bijak di atas panggung", berdiri di depan, transfer ilmu ke siswa yang duduk diam, tapi sekarang dengan pendekatan constructivism dan constructionism, guru lebih seperti "panduan di samping", mendampingi siswa dalam proses belajar mereka.
Menurut saya, perubahan peran ini bukan berarti guru jadi tidak penting atau cuma duduk-duduk saja. Justru menurut saya ini jadi lebih kompleks dan menantang.
Nah disini kita akan melihat apa peran guru menjadi Fasilitator.
1. Perancang pengalaman belajar
Design aktivitas yang mendorong eksplorasi siswa.
2. Pengaju pertanyaan yang tepat
Bukan memberikan jawaban, tapi lempar pertanyaan yang merangsang pemikiran.
3. Scaffolder (pemberi dukungan bertahap)
Tahu kapan memberikan support kepada siswa.
4. Model pembelajar
Ini yang sering dilupakan, dalam pendekatan ini, guru juga harus menunjukkan bahwa dia juga belajar, tidak apa-apa beritahu "Wah pertanyaan bagus, Ibu juga penasaran nih, yuk kita cari tahu bareng." Dengan ini kita mengajari siswa bagaimana cara berpikir, bukan cuma hasilnya.
5. Guru sebagai kurator sumber belajar
Di era digital ini informasi bertebaran dimana-mana. Peran guru bukan lagi sebagai satu-satunya sumber informasi, tapi yang membantu siswa menavigasi informasi itu.
6. Guru sebagai konektor.
Menghubungkan pembelajaran dengan kehidupan nyata, menghubungkan antar konsep yang dipelajari, menghubungkan siswa dengan siswa lain untuk kolaborasi, bahkan menghubungkan dengan pakar atau sumber di luar kelas.
7. Guru sebagai pemberi masukan konstruktif.
Bukan menilai benar-salah, tapi kasih masukan yang memandu siswa untuk mencerminkan dan memperbaiki.
Yang baru saya sadari, semua peran ini jauh lebih menuntut daripada cuma ngajarkan ceramah. Guru harus bisa Lebih kreatif dalam merancang aktivitas, lebih fleksibel dalam respond ke situasi yang tidak dapat diprediksi, lebih sabar karena prosesnya lebih lambat, lebih taat untuk menangkap momen yang bisa diajarkan, dan lebih reflektif untuk terus meningkatkan praktik nya.
Perubahan ini bukan penurunan versi, tapi meningkatkan peran guru. Di era digital, informasi bisa digoogle kapan aja, yang tidak bisa digantikan teknologi adalah memandu proses berpikir, memfasilitasi kolaborasi, menginspirasi rasa ingin tahu mereka.
Nama:Elisnawatie
HapusNpm:2386206069
Kelas:5D
Baik saya akan menjawab yaa bella
Guru memfasilitasi proses eksplorasi dengan memberikan kesempatan bagi siswa untuk mengajukan pertanyaan, mencoba berbagai strategi pemecahan masalah, dan menghubungkan konsep yang dipelajari dengan kehidupan sehari-hari. Dalam konteks ini, guru berperan menciptakan lingkungan belajar yang aman, interaktif, dan kolaboratif, di mana kesalahan tidak dianggap sebagai kegagalan, tetapi sebagai bagian penting dari proses belajar.Selain itu, guru juga menjadi pengamat dan pembimbing perkembangan berpikir siswa, bukan hanya penilai hasil akhir. Ia mendorong refleksi diri, diskusi kelompok, dan penggunaan berbagai sumber belajar agar siswa dapat membangun pemahaman yang mendalam dan bermakna. Dengan demikian, peran guru lebih berfokus pada menumbuhkan kemandirian, rasa ingin tahu, dan kemampuan berpikir kritis siswa.
Secara keseluruhan, guru sebagai fasilitator bertugas memberi arah, inspirasi, dan dukungan agar siswa menjadi pembelajar aktif yang mampumengonstruksi pengetahuannya sendiri, memahami hubungan antara teori dan praktik, serta siap menghadapi berbagai situasi dalam kehidupan nyata dengan pemikiran yang reflektif dan kreatif.
Nama : Reslinda
HapusKelas : 5C Pgsd
Npm : 2386206067
Izin menjawab ya Bella. Kalau siswa harus membangun pengetahuan mereka sendiri, peran guru memang otomatis berubah banget. Guru bukan lagi "sumber semua jawaban", tapi lebih kayak pemandu yang bantu siswa menemukan jawabannya sendiri.
Guru bisa ngasih arah, bukan ngasih semuanya. Misalnya guru kasih masalah atau aktivitas yang bikin siswa mikir, bukan langsung kasih rumus atau definisi. Guru juga ngefasilitasi diskusi, kayak guru mendorong siswa bertanya, berdiskusi, dan ngejelasin ide mereka sendiri. Selain itu, guru jugas mantau proses belajar dan ngasih umpan balik yang bantu siswa berkembang, bukan sekadar "ini slah/ini benar".
Jadi intinya, peran guru lebih mendukung, memotivasi, dan membuka jalan biar siswa bisa belajar aktif, mandiri, dan percaya diri dalam memahami materi. Guru tetap penting banget, cuma caranya aja yang berubah.
Nama : Aprilina Awing
BalasHapusKelas : 5d PGSD
NPM : 2386206113
Terimakasih pak, atas materi yang telah di smapaikan diatas.
Ijin menanggapi pak, saya setuju dengan materi yang bapak sampaikan bahwa pembelajaran adalah proses aktif dimana peserta didik membangun pemahaman dan pengetahuan mereka sendiri berdasarkan pengalaman dan refleksi. Constructivism dan Constructioism keduanya menekatakan peran aktif peserta didik dalam proses pembelajaran, tetapi dengan pendekatan yang berbeda. Materi ini juga sangat bermanfaat, dimana dengan memahami dan mempelajari Constructivism dan Constructioism, guru dapat menciptakan pengalaman pembelajaran yang lebih bermakna bagi peserta didik.
Nama : Aprilina Awing
BalasHapusKelas : 5D PGSD
NPM : 2386206113
Ijin bertanya pak, dari materi yang di sampaikan telah membahas pengertian, elemen penting dan cara penerapan Coustructivism dan Constructioism, implikasi dalam pengajaran dan pembelajaran. Namun di materi ini tidak membahas kekurangan dan kelebihan dari kedua teori. Jadi pertanyaan saya pak,
Apa saja kekurangan dan kelebihan dari integrasi Constructivism dan Contructioism ?
Nama: Rismardiana
HapusNPM: 2386306025
Kelas: 5B PGSD
izin menjawab pak🙏🏻, untuk pertanyaan dari April, setelah saya pelajari lagi tentang constructivism dan constructionism memiliki kelebihan dan kekurangan yang perlu diperhatikan dalam Penerapannya di pembelajaran.
Kelebihannya, Kedua teori ini membuat pembelajaran lebih bermakna, aktif, dan mendorong siswa berpikir kritis serta kreatif. Siswa tidak hanya membangun pengetahuan sendiri, tetapi juga merapkannya lewat karya nyata. Namun, Penerapan kedua teori ini juga Mamiliki kekurangan, Seperti membutuhkan waktu, fasilitas, dan kesiapan guru, juga siswa yang baik. Jadi perlu perencanaan yang dapat berjalan efektif dan memberikan hasil belajar yang optimal.
Secara keselurahan, saya berpendapat bawa canstructivism dan constructionism sangat bermanfaat untuk menciptakan pembelajaran yang bermakna, asalkan didukung dengan perencanaan yang matang dan lingkungan belajar yang kondusif.
Nama: Dominika Dew Daleq
HapusNpm: 2386206051
Kelas: V.A
Izin menjawab untuk pertanyaan di atas 🙏🏻
Baik setelah mempelajari kedua teori ini, menurut saya integrasi constructivism dan constructionism itu ibarat pisau bermata dua punya potensi besar tapi juga tantangan yang tidak sedikit, saya coba jabarkan berdasarkan pemahaman saya sendiri.
Kelebihan nya:
1. Pembelajaran menyeluruh, paham teori + bisa praktik
2. Cocok semua gaya belajar, visual, auditori, kinestetik.
3. Skill abad 21 terasah, berpikir kritis, kreativitas, kolaborasi.
4. Motivasi tinggi, siswa lebih engaged karena ada produk nyata.
5. Persiapan dunia kerja, terbiasa siklus riset rancang buat evaluasi.
6. Penilaian autentik, lihat proses, bukan cuma hasil tes.
Kekurangan nya:
1. Sangat lama, 1 topik bisa 2-3 minggu, kurikulum padat jadi masalah.
2. Persiapan guru melelahkan, merancang detail, siapkan material, bikin rubrik.
3. Butuh sumber daya banyak, fasilitas, budget material, teknologi.
4. Penilaian kompleks, susah nilai kreativitas objektif, memakan waktu.
5. Risiko kesalahpahaman, siswa bisa sampai kesimpulan salah kalau kurang pemantauan.
Kesimpulan saya, jujur setelah belajar ini saya jadi lebih realistis. Integrasi constructivism dan constructionism itu ideal sekali di atas kertas, tapi implementasinya penuh tantangan tidak mungkin semua materi diajar pakai cara ini karena keterbatasan waktu dan sumber daya.
Menurut saya yang paling masuk akal adalah implementasi selektif pilih topik-topik tertentu yang memang worth it untuk didekati dengan cara ini, yang konsepnya fundamental dan butuh pemahaman mendalam. Untuk topik lain yang sifatnya lebih ke skill dasar atau informational, bisa pakai metode yang lebih efisien.
Yang penting guru harus fleksibel dan pragmatis tidak usah memaksakan apply teori ini 100% kalau kondisinya tidak memungkinkan, better apply dengan baik untuk beberapa topik daripada apply setengah-setengah untuk semua topik.
Intinya, kelebihan integrasinya itu jelas pembelajaran jadi lebih meaningful, skill siswa terasah, motivasi naik, tapi kekurangannya juga nyata - memakan waktu, butuh sumber daya, kompleks pelaksanaannya, jadi bukan soal baik atau buruk, tapi soal bagaimana menerapkannya dengan bijak sesuai konteks masing-masing.
Nama:Elisnawatie
HapusNPM:2386206069
Kelas:5D
Izin menjawab aprilina
Kelebihan coustructivisme dan constructiosm adalah Siswa tidak hanya memahami konsep, tapi juga menerapkannya dalam pembuatan produk nyata sesuai dunia nyata sehingga memperkuat makna belajar.adapun kekurangannya Membutuhkan Waktu dan Perencanaan Ekstra
Proses membuat produk memerlukan waktu dan tahap yang panjang, serta perencanaan matang dari guru agar tujuan pembelajaran tetap tercapai
Jadi bisa di simpulkan Integrasi antara konstruktivisme dan konstruksionisme menawarkan pembelajaran yang holistik, inovatif, dan berbasis pengalaman nyata. Namun, keberhasilannya membutuhkan dukungan yang kuat dari guru, fasilitas, waktu, dan penilaian yang jelas. Pendekatan ini sangat sesuai untuk pembelajaran abad 21 yang menekankan kreativitas, kolaborasi, dan pemahaman mendalam.
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
HapusIjin menjawab juga yaa. Integrasi antara Constructivism dan Constructionism menawarkan kelebihan utama yaitu menciptakan pembelajaran yang sangat bermakna karena mendorong siswa untuk berefleksi secara internal sekaligus menghasilkan artefak nyata. Hal ini secara efektif mengembangkan keterampilan abad ke-21 seperti kreativitas, kolaborasi, dan pemecahan masalah. Namun, integrasi ini juga memiliki kekurangan, yaitu membutuhkan alokasi waktu yang lebih lama untuk desain dan eksekusi proyek, memerlukan sumber daya yang memadai (baik alat maupun teknologi), serta dapat membuat penilaian menjadi lebih kompleks dan subjektif karena fokusnya bukan hanya pada hasil akhir tetapi juga pada proses penciptaan.
HapusNama : Fakhriyyah Mufidah Abidin
BalasHapusNPM : 2386206095
Kelas : 5D PGSD
Heemmm materi kali ini menurut saya cukup berat yaa. Membaca materi-materi di website Bapak seperti naik roller coster, kenapa bisa begitu?. Karena sebentar dibuat senang, mudah dan gampang, setelah itu dibuat untuk berpikir kritis atau dibuat otaknya jadi panas hehehe. Dari hasil saya membaca materi kali ini saya menyimpulkan bahwa teori konstruksionisme ini adalah pembelajaran coding. Jadi alasan saya menyimpulkan seperti pembelajaran coding karena banyak sekali mengarah ke hal belajar coding seperti yang sudah dijabarkan dalam tulisan di atas yaitu:
1. Belajar melalui pembuatan
2. Pembelajaran berbasis proyek
3. Refleksi dan Literasi
4. Pemikiran komputasional
5. Relevansi pribadi
Serta contoh penerapan konstruksionisme yang dijabarkan dalam tulisan di atas yaitu:
1. Kelas teknologi: Siswa diminta untuk membuat video game sederhana menggunakan platform seperti scratch. Mereka merancang karakter, menulis kode, dan menguji permainan yang mereka buat
2. Eksperimen sains: Mereka diminta untuk membuat rangkaian listrik dan bereksperimen dengan berbagai konfigurasi untuk memahami prinsip listrik.
Mungkin itu dulu Pak, jika ada kesalahan dalam pemahaman saya mohon izin untuk Bapak bisa membantu memberikan penjelasan, dan arahan sekiranya kalau pemahaman saya ini salah terima kasih.
Nama: Rismardiana
BalasHapusNPM: 2386206025
Kelas: 5B PGSD
Pada Materi constructivisme: teori pendidikan yang menekankan bahwa pembelajara adalah proses aktif di mana peserta didik Membangun pemahaman dan pengetahuan mereka sendiri berdasarkan pengalaman dan refleksi.
Saya baca Teori dari Lev Vygotsky, seorang psikolog Rusia, telah memperkenalkan konsep " zone of proximal development" (ZPD) yang menjelaskan bahwa peserta didik dapat mencapai tingkat Pemahaman yang lebih tinggi dengan bantuan orang lain, Seperti guru atau teman sebaya. Namun saya penasaran pak, bagaimana guru tetap Menjaga keseimbangan antara memberi bantuan dan tetap mendorong kemandirian belajar siswa?
Nama: Dominika Dew Daleq
HapusNpm: 2386206051
Kelas: V.A
Wah ini pertanyaan yang menurut saya cukup sulit ya, dalam implementasi constructivism dan constructionism, soalnya kalau guru terlalu banyak membantu, siswa jadi tidak mandiri dan hanya nunggu dikasih tahu saja, tapi kalau terlalu lepas tangan, siswa bisa frustrasi atau malah nyerah karena merasa tidak mampu.
Dari yang saya pelajari, kunci utamanya ada di konsep Zone of Proximal Development (ZPD) dari Vygotsky, jadi bayangkan: ada tiga zona dalam kemampuan siswa. Yang pertama zona nyaman, ini hal-hal yang sudah bisa mereka kerjakan sendiri tanpa bantuan, yang kedua zona ZPD, ini adalah titi manis nya, dimana siswa belum bisa kerjakan sendiri tapi bisa kalau dibimbing, yang ketiga zona terlalu sulit, ini yang bahkan dengan bantuan pun siswa masih berjuang sekali, nah guru harus bisa mengenali dan kerja di zona ZPD ini.
Strategi praktis yang menurut saya bisa diterapkan:
1. Pakai pendekatan scaffolding bertahap. Jadi bantuan guru itu tidak harus konstan dari awal sampai akhir, tapi dikurangi secara gradual. Misalnya di minggu pertama, guru modeling lengkap "Coba perhatikan cara Ibu mengerjakan ini ya". Minggu kedua, praktik terbimbing "Sekarang kalian coba, Ibu akan bantu kalau ada kesulitan". Jadi ada proses transisi dari bergantung ke mendiri.
2. Ubah cara kita respond ke pertanyaan siswa. Ini yang paling menantang untuk para guru-guru secara pribadi, naluri kita sebagai guru kan pengen sekali langsung memberikan jawaban agar cepat dan siswa ngerti, tapi sebenarnya itu justru melemahkan kemandirian mereka yang lebih baik adalah kita balik bertanya atau berikan clue.
3. Kasih ruang untuk perjuangan produktif, ini konsep yang beberapa guru baru paham belakangan ini, ternyata berjuang itu sebenarnya bagian penting dari proses belajar, jadi tidak perlu langsung menyelamatkan siswa begitu mereka kelihatan kesulitan, kasih mereka waktu 5-10 menit untuk bergumul dengan masalahnya dulu, kecuali kalau udah keliatan mereka mulai frustrasi berlebihan atau sama sekali salah arah, baru kita campur tangan. Tapi campur tangannya juga bukan memberikan jawaban, melainkan mengarahkan pemikiran mereka.
4. Differensiasi bantuan sesuai kemampuan siswa. tidak semua siswa butuh level bantuan yang sama, siswa yang cepat tangkap bisa dikasih tantangan tambahan dan dibiarkan lebih mandiri, siswa yang sedang dikasih scaffolding standar, siswa yang lambat atau kesulitan, boleh dikasih bantuan lebih intensif dan tugas dipecah jadi langkah demi langkah yang lebih kecil, jadi dipersonalisasi sesuai kebutuhan masing-masing.
Yang saya rasa penting juga adalah waktu intervensi guru harus peka kapan waktunya masuk dan kapan waktunya mundur, kalau siswa masih di jalur yang sama meski lambat, biarkan mereka berjuang, tapi kalau sudah mulai keliatan tanda-tanda: frustasi berlebihan, nyerah, atau benar-benar keluar jalur itu saatnya kita masuk kasih panduan.
Indikator kalau keseimbangan kita sudah tepat:
1. Siswa masih tertantang tapi tidak kewalahan
2. Mereka berani bertanya tapi pertanyaannya penuh pertimbangan, bukan minta jawaban instant
3. Ada variasi cara penyelesaian antar siswa (artinya mereka nggak cuma copy cara guru)
4. Siswa terlihat bangga sama hasil kerjanya
5. Mereka bersedia mencoba lagi kalau gagal, tidak langsung nyerah
Tantangan di sini adalah kita sendiri sebagai calon guru masih berjuang untuk nahan diri agar tidak langsung membantu, apalagi kalau kita lihat siswa kesulitan, rasanya kasihan, tapi kita harus inget bahwa berjuang itu justru bagian dari pembelajaran, kalau kita selalu menghaluskan semua kesulitan, mereka tidak akan mengembangkan keterampilan pemecahan masalah dan ketangguhan.
Intinya, menjaga keseimbangan ini adalah seni, bukan sains, tidak ada rumus pasti kapan harus membantu dan kapan harus lepas, itu sangat kontestual tergantung siswa, materi, dan situasi.
NAMA : DIAS PINASIH
BalasHapusNPM : 2386206057
KELAS : VB PGSD
Materi yang diberikan oleh bapak sangat menarik dan penting untuk dipahami karena menjadi dasar dalam berpikir logis dan sistematis, terutama dalam bidang matematika dan ilmu komputer. Penjelasan tentang simbol - simbol logika seperti ∧ (dan), ∨ (atau), ¬ (negasi), → (implikasi), dan ↔ (biimplikasi) membantu kami memahami bagaimana suatu pernyataan dapat dinilai benar atau salah secara logis, materi ini juga melatih kemampuan berpikir kritis dalam menyusun argumen dan membedakan antara fakta serta opini berdasarkan logika formal.
Sedikit tambahan pak ingin bertanya pak bisa dijelaskan kembali bagaimana cara menentukan nilai kebenaran suatu pernyataan implikasi jika salah satu pertanyaan salah pak?🙏
HapusKomentar ini telah dihapus oleh pengarang.
HapusNAMA : DIAS PINASIH
BalasHapusNPM : 2386206057
KELAS : VB PGSD
Saya izin menanggapi materi yang bapak jelaskan saya memahami bahwa simbol logika bukan hanya sekedar lambang, tetapi memiliki makna dan aturan tertentu yang digunakan untuk menyatakan hubungan antarpernyataan. Misalnya:
Konjungsi (∧) bernilai benar hanya jika kedua pernyataan benar.
Disjungsi (∨) bernilai benar jika salah satu atau kedua pernyataan benar.
Implikasi (→) berarti jika pernyataan pertama benar, maka pernyataan kedua harus benar agar keseluruhan pernyataan benar.
Biimplikasi (↔) menunjukkan kesetaraan antara dua pernyataan.
Dengan begitu saya lebih mudah menganalisis bentuk- bentuk argumen dan menentukan kebenarannya secara sistematis
Disini saya sedikit memberikan saran pak materi yang bapak jelaskan sudah lengkap namun mungkin bisa akan lebih mudah dipahami jika diberikan contoh konkrit dalam kehidupan sehari-hari atau latihan soal yang beragam. Misalnya contohnya penerapan logika dalam pengambilan keputusan algoritma komputer, atau pernyataan sosial yang bisa diuji kebenarannya secara logis.
Nama: Maya Apriyani
BalasHapusNpm: 2386206013
Kelas: V.A
Dari bacaan di atas dapat saya simpulkan yang pertama yaitu constructivism jadi constructivism itu dari bacaan yang di mana siswa itu dituntut lebih aktif dan siswa itu belajar dari pengalaman langsung yang mereka dapatkan di dalam kelas Contohnya seperti pembelajaran IPA mereka belajar tentang perubahan wujud zat mahasiswa itu diajak untuk mempraktekkan bukan hanya mendengar penjelasan misalnya proses perubahan wujud zat dari dari padat menjadi cair mahasiswa Itu diminta untuk mengamati sebuah es batu yang sedang mencair nah dari situ dapat menciptakan pengetahuan mereka sendiri.
Sementara itu constructionism yang di mana siswa itu difokuskan untuk menciptakan sesuatu yang bisa dilihat Contohnya seperti Proyek dan produk digital. Pada teori ini tuh penggunaan teknologi itu lebih sering digunakan dalam meningkatkan pemahaman siswa.
terima kasih
Nama : Nabilah Aqli Rahman
BalasHapusNPM : 2386206125
Kelas : 5D PGSD
Setelah saya membaca artikel yang Bapak tulis ini saya jadi memiliki pemahaman nih Pak. Izinkan saya menguraikannya di kolom komentar yaa.
Jadi, artikel Bapak kali ini mengajak kita buat menyelami dua pendekatan keren dalam dunia pendidikan : Konstruktivisme dan konstruksionisme. Kalau menurut saya, si Piaget ini percaya kalau anak-anak bukan gelas kosong yang tinggal diisi aja, tapi justru membangun pengetahuan dari pengalaman mereka sendiri. Konstruktivisme menekankan kalau belajar itu proses aktif anak-anak mengamati, mencoba, gagal, terus mencoba lagi. Jadi, guru bukan pusat informasi, tapi fasilitator yang membantu anak menemukan makna dari dunia sekitar mereka.
Nama : Nabilah Aqli Rahman
HapusNPM : 2386206125
Kelas : 5D PGSD
Lanjut ke si Papert nih. Si Piaget ini memperkenalkan konstruksionisme, yang mirip dengan konstruktivisme tapi lebih fokus pada 'membuat sesuatu'. Papert percaya kalau anak belajar efektif saat mereka menciptakan produk nyata. Entah itu membuat robot, cerita, atau proyek. Belajar jadi lebih hidup karena anak merasa punya kendali atas hasil karya mereka sendiri.
Kalau kita bandingkan, konstruktivisme itu seperti anak belajar dari pengalaman dan refleksi, sedangkan konstruksionieme menambahkan elemen 'membangun sesuatu yang bisa dilihat dan dirasakan'.
Keduanya sama-sama menghargai proses berpikir anak, tapi konstruksionisme lebih menekankan pentingnya media dan alat bantu dalam proses balajar. Cocok banget ga sii buat zaman sekarang yang penuh teknologi dan kreativitas 😃
Nama : Nabilah Aqli Rahman
HapusNPM : 2386206125
Kelas : 5D PGSD
Sebagai guru atau calon pendidik, kita bisa menggabungkan dua pendekatan ini. Yang terlintas dipikiran saya contohnya itu kalau di kelas, semisal ajak anak berdiskusi tentang pengalaman mereka (konstruktivisme), lalu beri mereka proyek kecil untuk membuat sesuatu dari hasil diskusi itu (konstruksionisme). Dengan begitu, berlajar jadi lebih bermakna, menyenangkan, dan pastinyaa anak merasa dihargai sebagai pemikir dan pencipta.
Nama : Alya Salsabila
BalasHapusNpm : 2386206062
Kelas : V C
Izin menyampaikan bapak, materinya sangat menarik dan jelas, saya jadi paham bahwa konstruktivisme menekankan proses membangun pengetahuan, sedangkan konstruksionisme menekankan belajar melalui karya.
Nama : Alya Salsabila
HapusNpm : 2386206062
Kelas : V C
Izin bertanya ya bapak, bagaimana cara menerapkan konstruksionisme di kelas yang fasilitasnya masih terbatas? Terimakasih
Nama : Isdiana Susilowati Ibrahim
HapusNpm :2386206058
Kelas : VB PGSD
Izin menjawab yah alya salsabila, Menurut saya, konstruksionisme tetap bisa diterapkan meski fasilitas di kelas terbatas. Cara dengan guru bisa mengajak siswa membuat proyek sederhana dari bahan yang mudah ditemukan, seperti kertas atau barang bekas. Yang penting, siswa tetap belajar melalui kegiatan mencipta dan berefleksi dari hasil karyanya. 🙏
Saya izin menjawab pertanyaan dari teman kita kelas 5C
HapusBagaimana cara menerapkan konstruksionsme di kelas yang fasilitasnya masih terbatas?
Jadi menurut saya, Ini sebenarnya pertanyaan yang sangat relevan sama kondisi kebanyakan sekolah di Indonesia, soalnya kalau kita baca teori-teori dari luar negeri mereka sepertinya selalu menganggap bahwa sekolah punya fasilitas lengkap, padahal realitanya tidak semua sekolah punya lab komputer yang memadai atau bahkan akses internet yang stabil.
Tapi menurut saya justru di sinilah kreativitas guru diuji, constructionsm itu sebenarnya bukan hanya soal peralatan canggih tetapi soal proses membuat sesuatu yang meaningful atau berarti, jadi kuncinya adalah kita harus Ubah pola pikir dari butuh teknologi mahal ke butuh kreativitas tinggi.
Ada beberapa strategis praktis yang menurut saya bisa diterapkan:
1. Memaksimalkan bahan-bahan di sekitar kita ini adalah yang paling gampang dan murah dan mampu ditemui di mana saja, Misalnya kardusbekas, botol plastik, koran lama, daun-daunan, ranting pohon, dan semua itu bisa jadi media pembelajaran, tinggal Kita sesuaikan kebutuhan kita.
2. Manfaatkan teknologi minimal secara maksimal, tidak perlu semua siswa punya laptop, satu HP berkelompok saja itu sudah cukup, misalnya untuk membuat film dokumenter sederhana mereka bisa memakai HP untuk merekam lalu mengedit pakai aplikasi gratis seperti capcut atau inshot.
3. Fokus ke Pembuatan teknologi rendah yang tetap Kuat, ini yang sering dilupakan tidak semua produk harus digital, misalnya siswa membuat board game edukasi tentang materi pembelajaran memakai karton dan spidol, atau membuat poster tentang menjadi lingkungan pakai kertas manila dan crayon.
4. Sistem rotasi dan kolaborasi, kalau misalnya alat terbatas jadi dirotasikan saja penggunaannya, misalnya minggu ini kelompok A yang akan pakai alat peraga lalu minggu depan giliran kelompok B, atau bisa juga dengan proyek kelompok yang lebih besar jadi satu set alat dipakai bersama-sama oleh 5 sampai 6 orang, selain ini lebih efisien ini juga mengajarkan mereka tentang skill kolaborasi.
Yang paling penting menurut saya adalah jangan terjebak mindset atau pola pikir kita kalau tidak ada teknologi tidak bisa apply constructionsm, itu sangat salah besar, saya pernah melihat dan juga membaca tentang guru di Papua yang mengajari konsep listrik pakai baterai bekas, kabel seadanya, sama lampu senter rusak, siswa-siswa di suruh eksperimen sendiri membuat rangkaian yang bisa menyalakan lampu sederhana saja bukan? Tetapi mereka Belajar dengan melakukan, trial and error, dan akhirnya Ciptakan sesuatu yang works dan itu adalah constructionism dalam bentuk paling murni.
Tantangannya memang terbilang ada terutama dari segi persiapan guru yang lebih lama karena harus memikirkan ide yang kreatif dengan sumber daya yang sangat terbatas tetapi menurut saya ini sangat worth it karena justru membuat pembelajaran jadi lebih terpadu dan kontekstual, karena dari sini juga siswa belajar bahwa kreativitas tinggi itu tidak selalu membutuhkan uang banyak atau teknologi canggih.
Intinya constructionism di kelas dengan fasilitas terbatas itu bukan masalah tapi malah membuat kita jadi lebih tertantang, karena siswa belajar Kecerdasan - keterampilan sangat penting di kehidupan nyata, mereka belajar bahwa dengan apa yang ada di sekitar mereka mereka tetap bisa, Berkreasi, berinovasi, dan belajar. Yang kita butuhkan bukan lab yang mewah tetapi guru yang kreatif.
Nama:Elisnawatie
HapusKelas:5D
NPM:2386206069
Izin menjawab ya Alya
Menurut saya konstruksionisme tetap bisa di terapkan meskipun fasilitas terbatas . Fokus utamanya adalah menciptakan pengalaman belajar yang aktif, kontekstual, dan bermakna. Dengan memanfaatkan lingkungan sekitar, mendorong proyek sederhana, melatih refleksi, dan membangun kolaborasi antar siswa, guru tetap dapat membantu siswa membangun pengetahuan mereka sendiri secara kreatif meskipun dengan fasilitas yang terbatas
Semoga membantu
Nama : Nabilah Aqli Rahman
BalasHapusNPM : 2386206125
Kelas : 5D PGSD
Suasana kelas pasti bakal seru banget nih kalau konstruktivisme dan konstruksionisme diterapkan di sekolah dasar! Coba deh kita bayangkan gimana serunya.
1. Belajar jadi petualangan, bukan sekedar hafalan.
Dengan pendekatan konstuktivisme, anak-anak diajak untuk membangun pemahaman dari pengalaman mereka sendiri.
2. Karya nyata bikin pembelajaran makin nempel.
Konstuksionisme menambahkan elemen 'membuat sesuatu'. Pasti apa yang mereka pelajari bakal lebih mudah diingat karena ada karya yang mereka buat pakai hasil tangan mereka sendiiri.
3. Kolaborasi dan kreativitas tumbuh bareng.
Karena kedua pendekatan ini mendorong kerja kelompok, diskusi, dan saling berbagi ide.
4. Guru jadi pendidik yang lebih kreatif.
Guru bisa jadi 'arsitek pembelajaran' yang merancang aktivitas seru dan bermakna.
5. Anak-anak tumbuh sebagai pemikir dan pencipta.
Yang paling seru tuh anak-anak ga cuma jadi penerima ilmu, tapi juga pencipta makna.
Nama : Nabilah Aqli Rahman
HapusNPM : 2386206125
Kelas : 5D PGSD
Jadii yang bisa saya simpulkan, Konstruktivisme dan konstruksionisme bukan sekedar teori belajar, tapi cara pandang yang memanusiakan proses pendidikan. Keduanya membuat anak memiliki hak untuk berpikir, mencoba, dan mencipta. Di sekolah dasar, pendekatan ini bisa membuka ruang belajar yang lebih hangat, penuh eksplorasi, dan dekat dengan kehidupan nyata anak. Guru tak lagi jadi pusat pengetahuan, tapi sahabat belajar yang menemani proses tumbuh anak dengan empati dan kreativitas.
Ketika anak diberi kesempatan untuk membangun dan menciptakan, mereka tak hanya belajar pelajaran sekolah, tapi mereka juga belajar jadi diri sendiri.
Nama: Nur Sinta
BalasHapusNPM: 2386206033
Kelas: 5B PGSD
izin menanggapi pak...
Setelah saya baca ternyata kedua teroi belajar ini menekankan cara belajar yang berbeda teori belajar konstruktivisme menekankan peserta didik membangun pengetahuan dalam pikirannya melalui pengalaman maupun pengetahuan baru, sedangkan teori belajar konstruksionisme menekankan peserta didik membangun pengetahuan dengan cara penciptaan artefak nyata atau sesuatu yang bermakna nyata. Saya setuju sekali jika kedua teori belajar ini di kombinasinya yang akan menciptakan pengalaman belajar bermakna bagi peserta didik.
Nama : Aprilina awing
BalasHapusKelas : 5D PGSD
NPM: 2386206113
Saya rasa materi tentang Constructivism dan Constructionism ini sangat menarik dan relevan dengan pendidikan modern. Kedua teori pembelajaran ini menekankan peran aktif peserta didik dalam membangun pengetahuan dan pemahaman mereka sendiri.
Saya suka banget dengan contoh-contoh penerapan Constructivism dan Constructionism yang disajikan dalam materi ini. Ini membantu saya memahami konsep-konsep tersebut dengan lebih baik. Saya juga setuju bahwa integrasi kedua pendekatan ini dapat menciptakan pengalaman pembelajaran yang lebih kaya dan bermakna.
Saya ingin tahu lebih banyak tentang bagaimana guru dapat mengintegrasikan Constructivism dan Constructionism dalam pembelajaran sehari-hari. Apa contoh spesifik kegiatan yang dapat dilakukan oleh guru untuk menerapkan kedua pendekatan ini?
Nama : Dita Ayu Safarila
HapusNPM : 2386206048
Kelas : 5C
izin menjawab pertanyaan dari Aprilina Awing.
Menurut saya,guru bisa menggabungkan antara constructivism dan constructionism dalam kegiatan belajar secara sederhana. Contoh nya guru memberi kesempatan untuk siswa nya untuk belajar melalu pengalaman mereka langsung (seperti : observasi,percobaan atau diskusi) ini sesuai teori piaget. Dan setelah itu mereka bisa membuat hasil belajar nya memakai poster atau proyek sederhana nah ini sesuai teori papert. Dengan seperti itu siswa tidak cuman memahami konsep,tapi juga bisa menerapkannnya dalam bentuk yang nyata. cara ini membuat pembelajaran lebih aktif,menyenangkan dan bermakna bagi anak-anak di kelas. Sekian itu saja terimakasih,maaf kalau ada yng kurang.
Nama: Leoni Wulandari
BalasHapusNIM: 2386206088
Kelas: 5D
Menurut saya, teori konstruktivisme dan konstruksionisme sama-sama menekankan pentingnya peran aktif peserta didik dalam proses belajar. Konstruktivisme lebih fokus pada bagaimana siswa membangun pemahaman melalui pengalaman dan refleksi, sedangkan konstruksionisme menekankan belajar melalui pembuatan karya atau proyek yang nyata.
Saya berpikir kedua teori ini bisa saling melengkapi. Dengan konstruktivisme, siswa dapat memahami konsep secara mendalam, lalu dengan konstruksionisme mereka bisa menerapkan pemahaman itu dalam bentuk karya yang bermakna. Kalau dua pendekatan ini diterapkan bersama, menurut saya pembelajaran akan jadi lebih menarik, kreatif, dan membantu siswa berpikir kritis serta aktif dalam membangun pengetahuannya sendiri.
Betul Leoni bgs skli ringkasan mu jelas dan tepat mengenai kedua teori ini. Kamu benar, inti dari kedua pendekatan ini adalah peran aktif peserta didik.
HapusCara kamu membedah fokus keduanya Constructivism menekankan pada pemahaman internal, pengalaman, dan refleksi, sedangkan Constructionism menekankan pada pembuatan karya atau proyek nyata sangat akurat.
Pandangan mu bahwa kedua teori ini saling melengkapi adalah kunci utama. Melalui sinergi ini, siswa dapat mencapai pemahaman konsep yang mendalam (berkat Constructivism) sebelum kemudian mampu menerapkan pemahaman tersebut dalam bentuk karya yang bermakna (melalui Constructionism). Integrasi ini memang bertujuan untuk menciptakan pembelajaran yang lebih kritis, kreatif, dan mandiri bagi siswa.
Nama: Leoni Wulandari
BalasHapusNIM: 2386206088
Kelas: 5D
Menurut saya, konstruktivisme dan konstruksionisme sama-sama melihat bahwa belajar itu bukan sekadar menerima informasi dari guru, tapi bagaimana siswa membangun pengetahuannya sendiri. Bedanya, konstruktivisme lebih ke proses berpikir dan memahami dari pengalaman, sedangkan konstruksionisme lebih menekankan pada kegiatan membuat sesuatu yang nyata sebagai bagian dari belajar.
Saya merasa kedua teori ini penting karena bisa saling melengkapi. Dengan konstruktivisme, siswa bisa memahami konsep secara mendalam, dan lewat konstruksionisme mereka bisa mengembangkan kreativitas lewat karya. Kalau dua pendekatan ini diterapkan bersama, pembelajaran jadi lebih bermakna, menyenangkan, dan membuat siswa lebih aktif berpikir serta berkreasi.
Nama : Desy Olivia Sapitri
BalasHapusKelas / Npm : 5D / 2386206087
Tanggapan terhadap bacaan di atas:
Materi bapak kali ini menjelaskan perbedaan sekaligus hubungan antara constructivism dan constructionism dalam teori pembelajaran. Nah, keduanya sama-sama menempatkan sisws sebagai subjek aktif dalam proses belajar, namun memiliki fokus yang berbeda.
Constructivism menekankan pada proses berpikir internal dan refleksi individu, sedangkan constructionism lebih menekankan pada penciptaan karya nyata sebagai hasil dari proses belajar.
Pendekatan integratif yang disebutkan dalam bacaan sangat relevan dengan pendidikan masa kini, karena mampu menggabungkan pemahaman teoritis dengan pengalaman praktis. Dengan cara ini, pembelajaran tidak hanya membuat sisws memahami konsep secara mendalam, tetapi juga mendorong kreativitas, kemandirian, dan kemampuan problem solving.
Secara keseluruhan, materi ini memberikan pandangan penting bahwa guru masa kini perlu memadukan kedua teori tersebut agar pembelajaran menjadi lebih bermakna, kontekstual, efektif dalam mempersiapkan siswa menghadapi tantangan kehidupan nyata..
Menurut saya teori Kontruktivisme ini memang bagus diterapkan guru dalam pembelajaran, karena dengan menggali pengalaman siswa untuk dijadikan pelajaran hal itu akan mendukung siswa untuk berani ber-eksplorasi dan mencoba hal baru. Karena mereka akan berpikir bahwasanya setelah mereka melakukan kegiatan ini mungkin ada kaitannya dengan pembelajaran jadi, saat pembelajaran mereka tidak kaku dan tidak bingung lagi karena sudah memiliki pengalaman , dengan menerapkan teori ini juga tanpa disadari siswa akan semakin aktif dan senang mengikuti pembelajaran karena mereka bisa menceritakan pengalaman mereka.
BalasHapusNama: Rosa Lia Ana Rezki
BalasHapusNpm: 2386206015
Kelas: 5B pgsd
Konstruktivisme dan konstruksionisme memang memiliki kesamaan dalam melihat proses belajar sebagai proses membangun pengetahuan sendiri, namun keduanya memiliki fokus yang berbeda.
Konstruktivisme menekankan pada proses berpikir dan memahami konsep secara mendalam, sedangkan konstruksionisme menekankan pada kegiatan membuat sesuatu yang nyata sebagai bagian dari proses belajar.
Dengan menggabungkan kedua pendekatan ini, pembelajaran dapat menjadi lebih bermakna, menyenangkan, dan membuat siswa lebih aktif berpikir serta berkreasi. Siswa dapat memahami konsep secara mendalam dan kemudian mengaplikasikannya dalam bentuk karya nyata.
Pendekatan ini dapat membantu siswa mengembangkan kemampuan berpikir kritis, kreativitas, dan kemampuan memecahkan masalah, sehingga mereka dapat menjadi lebih siap menghadapi tantangan kehidupan yang semakin kompleks.
Nama : Yormatiana Datu Limbong
BalasHapusNpm : 2386206082
Kelas : VC Pgsd
Izin bertanya pak,Kalau menurut Piaget siswa belajar dari pengalaman sendiri,tapi kalau menurut Papert siswa belajar sambil bikin sesuatu.Apakah itu berarti cara belajar Papert lebih cocok untuk zaman sekarang yang serba digital?
Nama : Dita Ayu Safarila
HapusNPM : 2386206048
Kelas : 5C
izin menjawab pertanyaan dari Yormatiana Datu Limbong yaa.
pertanyaan yang bagus,oke menurut piaget siswa belajar dari pengalaman sendiri dan menurut papert siswa belajar sambil bikin sesuatu.Nah bagiku ini cocok buat jaman sekarang yang serba digital karena anak-anak bisa belajar dengan membuat media digital,video,game sederhana atau yang lainnya,nah mereka sambil memahami konsep pembelajaran tersebut. Jadi,bisa kita bilang ini membantu siswa lebih aktif,kreatif dan berpikir kritis. Mohon maaf kalau ada yang kurang itu pendapat saya.Terimakasih
Nama: Dominika Dew Daleq
HapusNpm: 2386206051
Kelas: V.A
Izin menjawab pertanyaan di atas 🙏🏻
Menurut saya, pertanyaan ini sebenarnya bukan soal mana yang lebih cocok, tetapi lebih ke bagaimana kita bisa manfaatin keduanya secara bersamaan di era digital ini.
Memang benar kalau pendekatan Papert itu sangat relevan dengan kondisi sekarang. Soalnya di zaman sekarang teknologi membuat kita lebih gampang untuk ciptakan sesuatu, misalnya dulu kalau mau membuat video butuh peralatan mahal, sekarang tinggal dari HP saja sudah bisa, atau dulu bikin game itu perlu programmer profesional, sekarang anak SD aja bisa membuat game sederhana pakai Scratch. Jadi memang era digital ini mendukung sekali filosofi Papert tentang learning by making.
Tapi bukan berarti teori Piaget jadi tidak penting. Justru menurut saya, pemahaman konseptual yang ditekankan Piaget itu tetep jadi fondasi yang tidak bisa dilewatin, contohnya gini, anak-anak tidak bisa langsung membuat aplikasi keren kalau mereka belum ngerti konsep dasar seperti algoritma atau logika berpikir. Mereka tetep butuh fase "mengalami" dan "memahami" dulu sebelum bisa membuat sesuatu yang meaningful.
Jadi kalau menurut saya, cara terbaik di era digital sekarang itu justru kombinasi keduanya:
Pertama, kita harus pakai pendekatan Piaget buat membangun pemahaman dasar. Siswa perlu explore, observe, diskusi, dan reflect terlebih dulu. Misalnya mereka belajar tentang ekosistem, ya mereka harus observe dulu, diskusi tentang interaksi antar makhluk hidup, dan reflect dari pengalaman tersebut.
Kedua, baru kita pakai pendekatan Papert buat aplikasikan pemahaman tadi ke dalam bentuk produk nyata. Nah di sinilah teknologi digital jadi sangat berguna. Siswa bisa membuat infografis digital tentang ekosistem, atau membuat simulasi ekosistem pakai aplikasi tertentu, atau bahkan bikin video dokumenter. Proses making ini justru memperdalam pemahaman mereka.
Yang bahaya itu kalau kita hanya fokus ke salah satu saja, tapi kalau cuma pakai cara Piaget tanpa ada making, siswa hanya jadi konsumen informasi aja, tidak terlatih buat apply pengetahuannya. Tapi kalau hanya fokus ke making nya Papert tanpa pemahaman konseptual yang kuat, hasilnya hanya produk bagus tapi pemahamannya dangkal.
Jadi kesimpulannya, cara belajar Papert memang sangat cocok dan didukung sama era digital saat ini, tapi bukan berarti bisa menggantikan cara Piaget. Keduanya harus jalan bareng. Era digital justru memberi kita kesempatan buat optimalkan kedua pendekatan ini, kita bisa pakai teknologi untuk meningkatkan pengalaman belajar (Piaget) sekaligus memudahkan pembuatan produk (Papert).
Yang paling penting guru harus pinter-pinter milih kapan dipakai, tergantung materi dan tujuan pembelajarannya. Fleksibilitas itu kunci paling utamanya.
Nama:Elisnawatie
HapusNPM:2386206069
Kelas:5D
Izin menjawab pertanyaan dari yormatiana
Menurut saya Papert tidak menggantikan Piaget, tapi mengembangkannya.
Constructionism adalah bentuk baru konstruktivisme untuk zaman modern.
Jika zaman dulu anak “membangun pengetahuan” lewat batu dan tanah,
sekarang mereka membangunnya lewat kode dan kreativitas digital.
Jadi, ya, cara belajar ala Papert sangat cocok dengan zaman serba digital, karena teknologi menjadi alat kreatif dan bukan hanya hiburan semata✨
Izin menjawb ya yorma pertanyaan yang bagus sekali. Constructionism (Papert) adalah pengembangan logis dari Constructivism (Piaget) yang menambahkan dimensi ''menciptakan artefak nyata''. Pendekatan Papert ini memang sangat relevan dan pas untuk era digital, karena media digital memudahkan siswa untuk mewujudkan pemahaman mereka dalam bentuk proyek atau program yang dapat dibagikan.
HapusNama : Dita Ayu Safarila
BalasHapusNPM : 2386206048
Kelas : 5C
izin menanggapi materi ya pak,ini tentang 2 materi ini yaitu konstruktivisme dan konstruksionisme yang penting dalam pendidikan. kedua nya sama sama menegaskan bahwa belajar adalah proses aktif yang siswa nya membangun pengetahuan dengan pengalamannya sendiri. Nah namun ada penjelasan jean piaget yang belum saya pernah dengar dan saya baru tahu bahwa ia sangat membantu memahami bahwa pengetahuan tidak bisa hanya di berikan oleh guru tetapi juga harus di bangun dan di bantu oleh siswa itu sendiri.
Nama: Dominika Dew Daleq
BalasHapusNpm: 2386206051
Kelas: V.A
Jujur pas awal baca saya sempet bingung antara bedain constructivism sama constructionism karena namanya hampir sama, tapi setelah saya baca pelan-pelan lagi akhirnya saya paham, ternyata Inti yang satu lebih ke proses internal (constructivism), dan yang satunya lagi harus membuat produk nyata (constructionism).
Yang bikin saya relate di meteri ini adalah pas bagian tentang Papert yang memberi tahu kita bahwa belajar paling efektif adalah ketika kita membuat sesuatu yang meaningful. Saya inget dulu waktu semester lalu, tugas yang paling saya inget sampe sekarang itu yang disuruh membuat media pembelajaran sendiri, bukan hanya menyuruh merangkum materi di buku atau hafalin teori begitu saja.
Dan yang membuat saya berpikir lagi adalah tentang peran guru dalam hal ini, seperti menjadi seorang guru di era sekarang tidak cukup hanya pinter materi saja, tetapi juga harus kreatif merancang aktivitas pembelajaran, harus bisa manage kelas yang dinamis, harus bisa kasih feedback yang konstruktif, Itu adalah beban kerja yang sangat berat dilakukan.
Saya jadi kepikiran Pak, apa di Indonesia ada pelatihan khusus untuk guru tentang cara menerapkan pendekatan ini? Atau biasanya guru-guru belajar trial and error sendiri? Soalnya dari materi ini keliatan sekali bahwa materi ini bukan sesuatu yang bisa langsung diterapkan gitu aja, butuh skill khusus.
Nama: Maya Apriyani
HapusNpm: 2386206013
Kelas: V.A
izin menjawab pertanyaan dari saudari dew.
saya rasa tentunya ada pelatihan khusus yang di berikan kepada guru-guru. namun tidak menuntut kemungkinan tidak semua guru mendapatkan pelatihan itu, sehingga mereka belajar dari pemahaman mereka lalu mencoba, kemudian meihat hasilnya, dan mengevaluasi. terima kasih
Hallo ka Dominika saya izin menjawab pertanyaanya ya
HapusKalau menurut saya pendekatan-pendekatan ini sebenarnya sudah dipelajari di dunia pendidikan khususnya bagi seorang calon pendidik pastinya sudah mendapatkan materi terkait teori konstruktivisme dan juga konstruksionisme.
Namun dalam penerapannya setiap guru memerlukan proses untuk bisa menerapkan pendekatan ini pada pembelajaran.
Biasanya pada setiap perubahan kurikulum pasti memiliki pendekatan-pendekatan terbaru untuk menunjang pembelajaran yang lebih baik lagi, nah dengan adanya perubahan kurikulum dan pendekatan terbaru pastinya guru akan mendapatkan pelatihan untuk mengetahui cara yang baik dan benar dalam menerapkan pendekatan ini.
Di Indonesia sendiri yang Saya tahu setiap pergantian kurikulum pastinya guru mendapatkan pelatihan atau bimbingan khusus dari para ahlinya untuk dapat mengetahui cara penerapan yang baik pada pembelajaran di sekolah.
Jadi jawabannya pasti ada ya ka
Itu dari saya kak semoga bermanfaat...
Nama: Hizkia Thiofany
BalasHapusKelas: VA
Npm: 2386206001
Terima kasih bapak atas materinya, pembelajaran tidak sama dengan dalam teori constructivism adalah teori yang menekankan pendidikan dalam pembelajaran di mana peserta didik membangun pemahaman mereka dan pengetahuan mereka sendiri berdasarkan pengelaman mereka dan refleksi.
Nama: Imelda Rizky Putri
BalasHapusNpm: 2386206024
Kelas: 5B
Izin menanggapi pak, pada materi ini constructivism dan constructionism yaitu kedua materi yang saling melengkapi yang menekankan peserta didik dalam membangun pengetahuan, dan juga berfokus pada pengalaman belajar yang bermakna dan kreatif.
Nama : Finsensos Maria Seno
HapusKelas : 5D PGSD
Npm : 2386206090
Konstruktivisme memang menekankan bagaimana siswa membangun pengetahuan melalui pengalaman dan refleksi. Contohnya tidak hanya di matematika, tetapi juga di Bahasa Indonesia, seperti saat siswa menceritakan pengalaman pribadi untuk menyusun paragraf. Cara ini membuat pembelajaran lebih bermakna dan dekat dengan kehidupan sehari-hari.
Terima kasih bapak atas materi nya menurut Saya sangat mengapresiasi kedalaman materi mengenai Konstruktivisme dan Konstruksionisme: dari Piaget hingga Papert. Materi ini secara luar biasa memetakan evolusi filosofi pendidikan dari fokus internal pada pikiran (Piaget) hingga fokus eksternal melalui kreasi (Papert).
BalasHapusNama : Finsensos Maria Seno
HapusKelas : 5 D PGSD
Npm : 2386206090
Ijin menanggapi bahwa materi tentang konstruktivisme dan konstruksionisme dari Piaget hingga Papert sangat menarik. Materi ini menunjukkan evolusi filosofi pendidikan, dari fokus pada proses berpikir internal (Piaget) hingga pembelajaran melalui kreasi dan pengalaman nyata (Papert). Pendekatan ini membantu anak belajar secara aktif, kreatif, dan bermakna.
nama : kornelia sumiaty
BalasHapusnpm : 2386206059
kelas : 5B PGSD
Materi ini sudah menjelaskan dengan jelas perbedaan antara constructivsm dan constructionism. Keduanya sama-sama menekankan bahwa siswa belajar aktif, tapi dengan cara yang berbeda.Constructivism lebih ke membangun pengetahuan dari pengalaman, sedangkan constructionism belajar lewat membuat sesuatu yang nyata. Saya setuju bahwa jika kedua teori ini digabung, proses belajar bisa jadi lebih menarik dan bermakna bagi siswa.
Nama : Juliana Dai
HapusNPM : 2386206029
Kelas : V,B
saya ijin menyangga, jadi menurut saya Papert (pencetus Konstruksionisme) tidak hanya sekadar bilang belajar lewat membuat sesuatu yang nyata, tetapi secara spesifik menekankan bahwa proses membuat artefak nyata itu sendiri adalah alat untuk membantu pembangunan pengetahuan di dalam pikiran siswa. Jadi, proses aktif pembuatan (eksternal) adalah pemicu dan alat refleksi yang sangat kuat untuk proses membangun pengetahuan (internal). Ini menjadikan artefak nyata (seperti membuat game di Scratch atau merakit sirkuit) bukan hanya hasil akhir dari belajar, melainkan pusat utama dari proses belajar itu sendiri, hal ini yang membedakannya dengan Konstruktivisme murni.
Nama:Arjuna
BalasHapusNpm:2386206018
Kelas:5A
Menurut saya, teori konstruktivisme dan konstruksionisme sama-sama penting dalam dunia pendidikan modern karena keduanya menempatkan peserta didik sebagai pusat dari proses belajar. Pada teori konstruktivisme, seperti yang dijelaskan oleh Piaget dan Vygotsky, saya setuju bahwa siswa perlu aktif membangun pengetahuannya sendiri melalui pengalaman langsung dan interaksi sosial.
Nama : Finsensos Maria Seno
HapusKelas : 5D PGSD
Npm : 2386206090
Ijin menambahkan, saya setuju bahwa teori konstruktivisme dan konstruksionisme sama-sama penting dalam pendidikan modern. Selain konstruktivisme yang menekankan pengalaman dan interaksi sosial, konstruksionisme menurut Papert menekankan pembelajaran melalui kreasi atau proyek nyata. Dengan kombinasi keduanya, peserta didik bisa belajar secara aktif, kreatif, dan memahami konsep secara lebih mendalam.
Betul bahwa kedua teori menempatkan siswa sebagai pusat, namun izin menyangga, terhadap pandangan yang terlalu luas ini adalah jika hanya berpegang pada pengalaman langsung dan interaksi sosial (Piaget/Vygotsky), kita kehilangan ciri khas utama Constructionism, yaitu keharusan menciptakan artefak yang dapat dibagi sebagai media eksternal untuk menguji dan memperkuat pengetahuan yang telah dibangun, dan inilah yang membedakannya dari konstruktivisme murni.
HapusConstructivim, berfokus pada proses internal individu dalam membangun pengetahuan melalui pengalaman dan refleksi, dari materi ini sudah diberikan contoh penerapan seperti pada kelas lain dan pembelajaran matematika mungkin contoh lainnya itu seperti pada pembelajaran bahasa Indonesia di mana siswa diminta menceritakan pengalaman liburan atau hobi kemudian guru membantu siswa menyusun paragraf deskripsi, karena di sini siswa menghubungkan pengalaman pribadi dengan pembelajaran.
BalasHapusSeperti yg diberikan dalam materi ini kesimpulan yang saya dapat, jika kedua teori ini dikombinasi tidak hanya memperdalam pemahaman peserta didik tetapi juga meningkatkan keterampilan kreatif dan pemecahan masalah. Kedua teori ini juga menekankan peran aktif peserta didik dalam membangun pengetahuan tetapi, dengan pendekatan yang berbeda. Dan dengan memanfaatkan elemen-elemen penting dari kedua teori ini pendidikan dapat lebih berfokus pada pembelajaran yang relevan, kreatif, dan berpusat pada peserta didik. Kedua teori ini tidak hanya memberikan pemahaman yang lebih dalam, tetapi juga mempersiapkan peserta didik untuk menghadapi tantangan dunia nyata dengan baik.
BalasHapusNama : Juliana Dai
BalasHapusNPM : 2386206029
Kelas : V,B
Izin menanggapi Pak, menurut saya, materi materi Bapak tentang konstruktivisme dan konstruksionisme ini top banget karena dia benar-benar menjelaskan bagaimana cara belajar yang paling cocok buat anak-anak zaman sekarang. Intinya, dua teori ini bilang kalau belajar itu bukan cuma duduk diam dengerin guru ceramah, tapi harus aktif. Kalau konstruktivisme itu fokusnya ke proses kepala kita, kayak kita diajak mikirin kenapa sesuatu terjadi dan ngobrol bareng teman buat nyambungin pengetahuan lama ke yang baru. Ini penting banget agar anak tidak gampang nelan mentah-mentah info yang dia dapat dari internet, tapi bisa menganalisis dan paham betul konsepnya.
Nah, sementara itu, konstruksionisme ini lebih seru lagi, menurut saya. Teori ini menekankan kalau belajar paling nempel itu kalau sambil bikin sesuatu yang nyata, misalnya bikin game sederhana, merakit robot, atau membuat model. Ini sangat relevan buat anak-anak sekarang yang hidup di era teknologi dan butuh kemampuan coding atau design. Jadi, kalau dua teori ini digabungkan, anak-anak tidak cuman pintar di teori, tetapi juga pintar berkarya dan menciptakan solusi di dunia nyata, yang mana ini adalah kunci buat sukses di masa depan.
Nama : Juliana Dai
BalasHapusNPM : 2386206029
Kelas : V,B
Izin menambahkan Pak, menurut saya, konsep konstruksionisme yang dibawa oleh Papert itu jenius banget, apalagi di zaman sekarang di mana semua serba teknologi, yang intinya pada konsep ini menyatakan bahwa kalau anak belajar paling bagus itu sambil bikin artefak nyata atau produk yang mereka suka, makanya ada elemen pemikiran komputasional yang pakai teknologi. Hal ini beda tipis tapi signifikan dari konstruktivisme yang lebih ke proses berpikirnya. Nah, dengan adanya elemen proyek berbasis minat pribadi, anak-anak jadi lebih semangat belajar karena yang mereka buat itu sesuai sama hobi atau rasa penasaran mereka sendiri, tidak hanya tugas dari sekolah. Jadi, kalau anak suka sains, dia bisa membuat sirkuit listrik, kalau suka cerita, dia bisa membuat video game sendiri pakai coding. Intinya, belajar jadi tidak membosankan dan langsung kelihatan hasilnya.
Nama: Leoni Wulandari
BalasHapusKelas: 5D
NPM: 2386206088
Menurut saya, materi tentang konstruktivisme dan konstruksionisme ini sangat menarik karena dua teori tersebut sama-sama menekankan bahwa siswa harus aktif saat belajar, tetapi caranya berbeda. Konstruktivisme lebih fokus pada bagaimana siswa membangun pemahaman dari pengalaman dan interaksi, sedangkan konstruksionisme menekankan belajar dengan membuat sesuatu yang nyata.
Saya setuju bahwa menggabungkan kedua pendekatan ini bisa membuat pembelajaran lebih bermakna. Ketika siswa diberi kesempatan untuk mencoba, berdiskusi, lalu membuat produk sesuai pemahamannya, mereka jadi lebih mudah memahami konsep dan lebih percaya diri. Pendekatan seperti ini menurut saya bisa membuat kelas terasa lebih hidup dan lebih relevan dengan dunia nyata.
Nama: Leoni Wulandari
BalasHapusKelas: 5D
NPM: 2386206088
Menurut saya, teori konstruktivisme membantu siswa lebih memahami pelajaran karena mereka membangun pengetahuan dari pengalaman sendiri, bukan hanya menerima informasi. Saya merasa konstruksionisme membuat pembelajaran lebih nyata karena siswa diajak membuat sesuatu yang bisa dilihat dan digunakan. Kedua teori ini menurut saya cocok dipakai di kelas karena membuat siswa lebih aktif dan tidak cepat bosan.
Pembelajaran yang memberi ruang untuk mencoba dan membuat karya membuat siswa lebih percaya diri dan berani bereksperimen.
Saya setuju bahwa belajar tidak hanya mendengar, tetapi juga melakukan, karena dari situ siswa lebih cepat memahami.
Jika guru menggunakan pendekatan konstruktivisme, siswa lebih mudah mengaitkan pelajaran dengan kehidupan sehari-hari. Dengan konstruksionisme, saya rasa kreativitas siswa juga berkembang karena mereka bebas menciptakan sesuatu dari pemahamannya. Pembelajaran aktif seperti ini menurut saya dapat membuat suasana kelas lebih hidup dan menyenangkan.
Teori ini membantu siswa belajar berpikir kritis karena mereka harus mencari sendiri hubungan antar konsep.
Menurut saya, menggabungkan konstruktivisme dan konstruksionisme adalah cara yang bagus agar siswa tidak hanya paham materi, tetapi juga mampu menghasilkan sesuatu dari pemahamannya.
NAMA:VIRGINIA JAU
HapusKELAS:VD
NPM:2386206089
Terima kasih banyak Leoni atas pendapatnya Penjelasan kamu tentang konstruktivisme dan konstruksionisme sudah sangat baik dan mudah dipahami. Aku setuju banget kalau kedua teori ini memang bikin siswa lebih aktif dan nggak cuma duduk diam menerima informasi.
Cara kamu menekankan pentingnya pengalaman langsung dan kreativitas juga tepat banget. Memang, ketika siswa diberi ruang untuk mencoba, bereksperimen, dan menghasilkan sesuatu, proses belajarnya jadi jauh lebih bermakna. Guru pun bisa lebih mudah mengaitkan pelajaran dengan kehidupan sehari-hari seperti yang kamu bilang.
Aku juga suka bagian kamu tentang bagaimana teori ini bikin suasana kelas lebih hidup dan menyenangkan. Itu poin penting karena suasana belajar yang positif bisa bikin siswa lebih semangat dan cepat paham.Intinya, komentarmu sangat membantu memperjelas manfaat kedua teori ini dalam pembelajaran. Terima kasih sudah berbagi sudut pandang yang lengkap dan runtut!
Nama: Leoni Wulandari
BalasHapusKelas: 5D
NPM: 2386206088
Menurut saya, materi ini bagus karena mengingatkan bahwa banyak anak sebenarnya mampu matematika, hanya saja mereka terlanjur merasa “tidak bisa.” Dengan cara mengajak siswa mengenali kekuatan mereka, menghubungkan matematika ke kehidupan sehari-hari, dan memberi pengalaman belajar yang positif, pandangan siswa bisa berubah. Saya setuju bahwa tugas guru bukan hanya mengajar hitung-hitungan, tapi juga membantu siswa percaya bahwa mereka bisa.
Nama : Finsensos Maria Seno
HapusKelas : 5D PGSD
Npm : 2386206090
Terimah kasih Leoni Materi ini memang penting karena banyak anak sebenarnya mampu matematika, tetapi kurang percaya diri. Dengan mengaitkan matematika ke kehidupan sehari-hari dan memberi pengalaman belajar yang positif, guru bisa membantu anak menyadari kemampuan mereka dan merasa lebih percaya diri dalam belajar matematika.
Nama: Leoni Wulandari
BalasHapusKelas: 5D
NPM: 2386206088
Menurut saya, penting membantu siswa memahami bahwa matematika itu bisa dipelajari oleh semua orang. Dengan menunjukkan kekuatan masing-masing siswa dan mengaitkan matematika dengan kehidupan sehari-hari, mereka bisa lebih percaya diri dan tidak merasa takut lagi pada matematika.
Nama: Leoni Wulandari
BalasHapusKelas: 5D
NPM: 2386206088
Menurut saya, cara pandang siswa terhadap matematika itu sangat penting. Banyak anak merasa tidak mampu padahal mereka sebenarnya punya kelebihan masing-masing. Kalau matematika dibuat dekat dengan kehidupan sehari-hari dan guru membantu menemukan kekuatan siswa, mereka bisa lebih percaya diri dan tidak takut lagi dengan matematika.
Nama: Leoni Wulandari
BalasHapusKelas: 5D
NPM: 2386206088
Menurut saya, penting membantu siswa melihat bahwa matematika itu sebenarnya dekat dengan kehidupan mereka. Kalau siswa bisa menemukan kekuatan mereka sendiri dan merasa dihargai, mereka jadi lebih percaya diri dan tidak cepat menyerah. Pendekatan seperti ini bisa membuat matematika terasa lebih menyenangkan.
Nama: Leoni Wulandari
BalasHapusKelas: 5D
NPM: 2386206088
Menurut saya, cara pandang siswa terhadap matematika memang sangat berpengaruh. Kalau sejak awal mereka percaya diri, mereka akan lebih mudah belajar. Mengaitkan matematika dengan kehidupan sehari-hari dan menunjukkan kekuatan tiap siswa bisa membantu mereka merasa bahwa matematika itu tidak sulit dan bisa dipahami.
Nama: Leoni Wulandari
BalasHapusKelas: 5D
NPM: 2386206088
Menurut saya, penting untuk membantu siswa melihat bahwa matematika itu bisa dipahami kalau dibiasakan. Banyak siswa merasa tidak mampu karena pengalaman sebelumnya. Dengan mengenalkan matematika lewat kegiatan yang dekat dengan kehidupan mereka, anak-anak bisa lebih percaya diri dan mulai melihat bahwa mereka sebenarnya punya kemampuan.
Nama: Leoni Wulandari
BalasHapusKelas: 5D
NPM: 2386206088
Menurut saya, materi ini penting karena banyak anak takut matematika hanya karena merasa tidak mampu. Dengan membantu siswa mengenali kekuatannya dan menunjukkan bahwa matematika itu ada dalam kegiatan sehari-hari, mereka bisa membangun rasa percaya diri dan tidak cepat menyerah.
NAMA:VIRGINIA JAU
BalasHapusKELAS:VD
NPM:2386206089
“Artikel ini terasa sangat relevan, apalagi di era pendidikan yang terus berubah. Banyak guru dan siswa yang mungkin belum sadar kalau cara belajar juga punya dasar teori yang kuat. Lewat tulisan ini, jadi lebih mudah memahami kenapa metode tertentu bisa lebih efektif. Gaya bahasanya pun enak, nggak ribet dan nggak terlalu akademis. Pokoknya recommended buat yang mau memperdalam dunia pendidikan.”
NAMA:VIRGINIA JAU
BalasHapusKELAS:VD
NPM:2386206089
Menurutku artikel ini bener-bener ngebantu buat memahami perbedaan antara konstruktivisme dan konstruksionisme. Soalnya selama ini dua istilah itu sering banget kedengerannya mirip, jadi suka ketuker. Cara penulis ngejelasin langkah demi langkah juga enak diikuti. Ditambah lagi gambar simbol ‘tidak sama dengan’ itu pas banget buat nekenin inti pembahasannya. Jadi makin paham deh alurnya.”Penjelasan di artikelnya terasa lengkap tapi tetap ringan buat dibaca. Biasanya kalau ngomongin teori belajar suka terasa berat, tapi di sini bahasanya lebih membumi. Contoh-contoh yang dipakai juga relevan sama kondisi belajar masa kini. Cocok banget buat guru, mahasiswa pendidikan, atau siapa pun yang penasaran soal teori belajar modern. Aku pribadi jadi lebih kebuka wawasannya.”
Nama : MARIA RITNA TATI
BalasHapusNPM:2386206009
KELAS :V A PGSD
Tanggapan dari saya mengenai materi di atas jadi Materi ini berhasil menguraikan inti dari dua teori pembelajaran yang sering dianggap sama atau membingungkan. Pemisahan yang tegas antara fokus internal (Konstruktivisme) dan fokus penciptaan artefak nyata (Konstruksionisme) sangat penting untuk diterapkan dalam praktik pengajaran modern.
Poin utama yang sangat ditekankan adalah bahwa Konstruktivisme dipelopori oleh Piaget berfokus pada proses internal di mana siswa membangun pemahaman mereka melalui refleksi dan interaksi pengalaman baru dengan pengetahuan awal. Sementara itu, Konstruksionisme dikembangkan oleh Papert menambahkan elemen penciptaan artefak fisik atau nyata.Penekanan Papert pada teknologi, pemikiran komputasional, dan pembuatan proyek dalam Konstruksionisme sangat relevan dengan kebutuhan pendidikan abad ke-21. Menggunakan alat digital seperti komputer atau media lain untuk membuat sesuatu misalnya, kode, model 3D, atau presentasi interaktif tidak hanya memperkuat konsep, tetapi juga memupuk kreativitas dan kemandirian.
Nama : Maria Ritna Tati
BalasHapusNPM : 2386206009
Kelas :V A PGSD
Tambahan sedikit dari saya tentang materi ini dari kedua teori ini saling melengkapi adalah poin yang paling berharga bagi guru.
Konstruktivisme memastikan guru merancang aktivitas yang mendorong diskusi dan refleksi aspek internal.konstruksionisme memastikan aktivitas tersebut diakhiri dengan produk nyata atau proyek aspek eksternal.dengan mengintegrasikan keduanya, guru dapat menciptakan pengalaman pembelajaran yang benar-benar bermakna dan efektif. seperti, siswa membangun pemahaman tentang geometri (konstruktivisme) dan kemudian mengaplikasikan pemahaman itu dengan menciptakan model (konstruksionisme).
jadi materi ini adalah panduan yang sangat baik bagi pendidik untuk memahami dasar teoritis di balik pembelajaran aktif dan bagaimana menggeser fokus dari sekadar belajar tentang menjadi belajar dengan membuat.
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapusNama : Naida Dwi Nur Herlianawati
BalasHapusKelas : 5 B
Npm : 2386206042
Pak izin bertanya, Dalam penerapan teori Constructivisme, interaksi sosial (diskusi dengan teman) sangat penting. Namun, jika ada siswa yang lebih suka belajar sendirian dan tidak nyaman berdiskusi dalam kelompok, bagaimana guru dapat memfasilitasi proses membangun pengetahuan (Constructivisme) mereka tanpa memaksakan interaksi sosial yang berlebihan?
Nama : Reslinda
HapusKelas : 5C Pgsd
Npm : 2386206067
Izin menjawab ya Naida. kalau ada siswa yang lebih nyaman belajar sendiri, guru tetap bisa menerapkan konstruktivisme tanpa harus memaksakan mereka untuk banyak berdiskusi. Soalnya, inti dari konstruktivisme itu bukan sekadar ngobrol atau kerja kelompok, tapi bagaimana siswa membangun pengetahuan dari pengalaman mereka sendiri. Guru bisa menciptakan ruang belajar yang fleksibel, misalnya dengan memberikan kesempatan bagi siswa untuk memahami materi lewat refleksi pribadi, seperti membuat catatan, mind map, atau menjawab pertanyaan sederhana secara individu. guru juga tetap bisa mendampingi mereka secara personal untuk memastikan pemahamannya berkembang, tanpa harus membuat mereka masuk ke aktivitas sosial yang bikin mereka tidak nyaman. Interaksi sosial tetap bisa diperkenalkan, tapi perlahan dan dengan cara yang ringan, misalnya mulai dari kerja berpasangan sebelum masuk kelompok besar.
Jadi, konstruktivisme tetap bisa jalan dengan baik asalkan guru peka terhadap gaya belajar siswa dan memberikan pilihan cara belajar yang membuat mereka tetap merasa aman dan nyaman.
Nama : Naida Dwi Nur Herlianawati
BalasHapusKelas : 5 B
Npm : 2386206042
saya setuju pak, dengan materi diatas Keeduanya membuat jadi pelajar yang aktif. Constructivisme fokus pada ide di kepala, sedangkan Construksionisme fokus pada membuat sesuatu yang nyata.
Setelah saya mebaca materi dari bapak ternyata materi bapak sangat membantu menjelaskan kebingungan yang sering muncul antara Constructivism (Konstruktivisme) dan Constructionism (Konstruksionisme). Saya sangat suka pada bagian Perbedaan utamanya yang paling menurut saya menarik perhatian saya adalah peran artefak nyata.
BalasHapusDalam Konstruktivisme, fokusnya memang ada pada proses internal individu, yaitu bagaimana peserta didik membangun pengetahuannya melalui pengalaman dan refleksi. Contohnya seperti diskusi kelompok di kelas Sains. Sementara Konstruksionisme, yang dikembangkan oleh Papert, membawa dimensi baru dengan menekankan penciptaan objek nyata contoh nya eperti video game sederhana atau rangkaian listrik. Objeknya ini menjadi pusat pembelajaran. Bukan hanya berpikir, tapi juga membuat sesuatu yang bermakna bagi diri mereka. Menurut saya, fokus pada pembuatan ini memberikan bukti fisik atas pemahaman konsep. Ketika anak membuat rangkaian listrik, kesalahan dalam penyusunan kabel adalah refleksi langsung dari ketidakpahaman mereka, yang kemudian mendorong mereka untuk bereksperimen dan belajar secara mandiri. Ini adalah cara yang sangat efektif untuk mewujudkan pengetahuan abstrak menjadi sesuatu yang konkret.
Disini saya juga lumayan tertarik dengan elemen penting dalam Konstruksionisme, terutama poin Penggunaan Teknologi dan Relevansi Pribadi. Papert dengan cerdas mengintegrasikan teknologi dan media digital, yang di era sekarang ini menjadi sangat relevan.
BalasHapusTeknologi, seperti platform pemrograman Scratch yang dicontohkan, tidak hanya menjadi alat bantu, tetapi menjadi media kreasi dan eksperimen. Anak-anak tidak hanya pasif menerima konsep, tetapi secara aktif merancang, menulis kode, dan menguji. Hal ini sejalan dengan poin Relevansi Pribadi. Ketika proyek didasarkan pada minat pribadi peserta didik (misalnya, membuat video game yang mereka sukai), motivasi internal mereka akan meningkat drastis. Pembelajaran tidak lagi terasa seperti tugas yang dipaksakan, melainkan eksplorasi yang didorong oleh rasa ingin tahu. Dampak jangka panjangnya adalah anak tidak hanya menguasai konsep, tetapi juga mengembangkan Pemikiran Komputasional dan kemampuan belajar mandiri yang sangat dibutuhkan untuk menghadapi tantangan dunia nyata. Integrasi ini membuat Konstruksionisme terasa sangat modern sekali.
Tapi menurut saya yang meterai bapak sangat luar biasa apalgi diakhiri dengan poin yang sangat penting, yaitu Integrasi Kedua Pendekatan (Constructivism dan Constructionism). Saya setuju bahwa kedua teori ini bukan untuk dipertentangkan, melainkan untuk saling melengkapi demi menciptakan pengalaman belajar yang lebih kaya dan efektif.
BalasHapusPendekatan Konstruktivis, seperti yang disebutkan, dapat digunakan sebagai fase awal untuk memperkenalkan konsep dasar dan mendorong refleksi atau diskusi. Setelah dasar pemahaman dibangun, guru kemudian bisa beralih ke pendekatan Konstruksionis sebagai fase aplikasi dan pendalaman. Contohnya, guru dapat memulai dengan diskusi (Konstruktivisme) tentang prinsip listrik, dan setelah itu, siswa diminta membuat rangkaian listrik sederhana (Konstruksionisme) untuk menguji dan memperkuat pemahaman mereka sendiri. Dengan mengombinasikan keduanya, hasil akhirnya adalah peserta didik tidak hanya mampu memahami konsep secara internal, tetapi juga mampu mengaplikasikannya dalam bentuk produk nyata, yang pada akhirnya akan mempersiapkan mereka lebih baik untuk memecahkan masalah di dunia nyata.
Maaf bapak komentar saya yang diatas ada double. Itu saya kira tadi jawaban saya tidak bisa terkirim 🙏🙏
BalasHapusbetul sekali pak teori constructivism sangat penting dalam dunia pendidikan teori ini juga mempelajari tentang cara memahami peserta didik dalam belajar dan mengembangkan pengetahuan mereka biasanya dua teori sering kali menimbulkan kebingungan adalah constructivism walaupun kedua teori ini berfokus pada pembelajaran aktif berdekatan dengan fokus masing masing teori ini memiliki perbedaan yang signifikan
BalasHapusiya pak saya Setuju tentang pengertian constructivism yang mempelajari tentang proses aktif dimana beserta didik dapat membangun dan memahami pengetahuan mereka sendiri berdasarkan pengalaman dan refleksi biasanya juga teori ini berakar pada gagasan bahwa pembelajaran tidak hanya terjadi melalui transfer informasi dari guru kesiswa melainkan juga dapat melalui interaksi antara pengalaman baru dan pengetahuan yang sudah dimiliki peserta didik
BalasHapusKomentar yang sangat tepat, Muhammad Arifin, dari Penjelasan Anda tentang proses aktif membangun pengetahuan adalah kunci utama dari Konstruktivisme.
HapusSaya ingin menambahkan sedikit lagiKonstruktivisme tidak hanya terjadi di dalam pikiran kita sendiri, tetapi juga sangat dipengaruhi oleh lingkungan dan orang-orang di sekitar. Ini yang disebut Konstruktivisme Sosial.
iya pak saya setuju menurut Jean piaget seorang psikolog Swiss yang menjadi populer teori ini dapat membangun anak anak tentang pemahaman mereka sendiri berdasarkan pengalaman langsung piaget juga menekankan bahwa pembelajaran dapat bersifat progresif dengan adanya peserta didik secara bertahap mengembangkan pemahaman mereka melalui tahapan pengembangan kognitif sementara itu Lev vygotsky seorang psikolog Rusia menambahkan bahwa interaksi sosial dan budaya konteks memainkan peran paling penting dalam proses pembelajaran
BalasHapusbenar sekali pak tentang elemen penting dalam constructivism tentang bagaimana cara pembelajaran aktif,konstruksi pengetahuan, pengetahuan awal, interaksi sosial dan pembelajaran kontekstual contohnya seperti diskusi kerja kelompok kolaborasi itu juga bisa menjadi bagian penting dari proses pembelajaran, pembelajaran juga bisa terjadi dalam konteks yang relevan dan bermakna bagi peserta didik
BalasHapusiya pak betul sekali ini contoh penerapan constructivism tentang kelas sains dalam pembelajaran ekosistem biasanya guru menyediakan stasiun pembelajaran yang menampilkan berbagai jenis ekosistem seperti kolam,hutan,dan gurun peserta didik juga dapat mengamati materi yang tersedia dan juga berdiskusi dalam kelompok dan juga pembelajaran matematika dalam memahami konsep pecahan siswa dapat menggunakan potongan kertas yang dibentuk lingkaran yang dibagi menjadi bagian bagian tertentu mereka juga bisa memanipulasi potongan tersebut untuk memahami hubungan antar pecahan
BalasHapusiya pak saya jadi tau elemen penting dalam construtionism yaitu belajar melalui pembuatan,belajar berbasis proyek,refleksi dan interaksi,pemikiran komputasional dan referensi contohnya seperti teknologi yang sering digunakan untuk membantu proses penciptaan dalam pembelajaran dan juga bisa memproyekkan yang didasari pada minat dan pengelaman pribadi peserta didik
BalasHapusiya pak saya setuju tentang contoh penerapan contructionism tentang kelas teknologi dalam pembelajaran pemrograman siswa dapat diminta untuk membuat video game sederhana menggunakan platform seperti scratch yang mereka rancang karakter dan menulis kode dan menguji permainan yang mereka dibuat dan juga eksperimen sains bagi anak anak dapat diberikan kit elektronik sederhana yang terdiri dari baterai,lampu,dan kabel yang dimana mereka diminta untuk membuat rangkaian listrik dan eksperimen dalam berbagai konfigurasi untuk memahami prinsip listrik
BalasHapusiya pak sekarang jadi tau perbedaan utama antara constructivism dan contructionism meskipun kedua teori ini banyak kesamaan tapi perbedaan terletak pada fokus mereka fokus teori pada proses internal individu dalam membangun pengetahuan melalui pengalaman dan refleksi construtionism juga menekankan pembelajaran melalui penciptaan antara artefak nyata yang relevan dengan minat pribadi peserta didik peran artefak dalam constructivism artefak ini mungkin tidak sesuai terlibat secara langsung dalam contructionism artefak menjadi pusat pembelajaran seperti model proyek dan produk teknologi pendekatan teknologi constructivism lebih berfokus pada interaksi sosial dan pengalaman langsung contructionism sering kali melibatkan teknologi dan alat sekitar untuk mendukung pembelajaran
BalasHapusbenar sekali pak teori tentang interaksi kedua pendekatan dari kombinasi constructivism dan contructionism dapat menciptakan pengalaman pembelajaran yang lebih kaya misalnya seorang guru dapat menggunakan pendekatan constructivism untuk memperkenalkan konsep dasar dan kemudian menggunakan pendekatan construtionism untuk mendorong menciptakan sesuatu berdasarkan pengalaman mereka hal ini juga dapat tidak hanya memperdalam pemahaman peserta didik tetapi juga meningkatkan keterampilan kreatif dan pemecahan terhadap musuh
BalasHapussangat setuju dengan pandangan Muhammad Arifin (kelas 5c) mengenai sinergi antara Konstruktivisme dan Kontruksionisme. Komentar ini menangkap esensi pembelajaran abad ke-21. Karena Pendekatan ini tidak hanya memperdalam pemahaman konsep dasar (konstruktivisme) tetapi juga secara aktif mendorong peserta didik untuk menciptakan dan memecahkan masalah berdasarkan pengalaman mereka (kontruksionisme). Ini adalah resep yang tepat untuk menumbuhkan keterampilan kreatif dan pemecahan masalah di dunia nyata.
HapusMenurut saya Teori ini Karena pembelajaran tidak hanya terjadi melalui transfer informasi dari guru ke siswa melalui melainkan melalui interaksi antara pengalaman baru dan pengetahuan yang sudah dimiliki peserta didik.Menekankan bahwa pemahaman sejati hanya terwujud ketika terjadi interaksi dinamis antara informasi baru dengan struktur kognitif yang sudah ada. Ini bukan sekadar tentang apa yang mereka pelajari, melainkan tentang bagaimana mereka menghubungkan, menafsirkan, dan merekonstruksi dunia di sekitar mereka. Oleh karena itu, keberhasilannya sangat bergantung pada lingkungan kelas yang kaya akan eksplorasi, diskusi, dan otentisitas masalah.
BalasHapusMateri ini sudah menjelaskan dengan jelas perbedaan antara konstruktivisme dan konstruksionisme.
BalasHapusKonstruktivisme menekankan bahwa siswa belajar dengan membangun pemahamannya sendiri melalui pengalaman dan diskusi.
Konstruksionisme menambahkan bahwa siswa belajar lebih baik ketika membuat sesuatu yang nyata, seperti proyek, model, atau produk digital.
Penjelasan ini bagus karena memberi contoh yang mudah dipahami dan bisa langsung diterapkan di kelas. Materi juga menunjukkan bahwa kedua teori ini bisa saling melengkapi: siswa memahami konsep melalui pengalaman, lalu memperdalamnya dengan membuat sesuatu.
Nama: Patriciq Nini Making
BalasHapusKelas: 5C
NPM: 2386206046
materi tentang konstruktivisme dan konstruksionisme dalam artikel ini sangat informatif dan mudah dipahami. Penjelasan mengenai perbedaan dasar antara konstruktivisme ala Piaget dan konstruksionisme ala Papert disampaikan dengan jelas, terutama bahwa konstruktivisme menekankan pembentukan pengetahuan lewat pengalaman, sedangkan konstruksionisme menekankan pembuatan produk atau artefak sebagai bagian dari proses belajar.
saya sendiei juga menyukai contoh penerapan di kelas yang diberikan, karena membuat teori yang abstrak menjadi lebih relevan dan praktis. meskipun begitu, perlu diingat bahwa konstruksionisme tidak selalu harus menggunakan teknologi, proyek sederhana pun bisa menjadi media belajar yang efektif. secara keseluruhan, artikel ini membantu memahami bagaimana kedua teori dapat saling melengkapi dalam menciptakan pembelajaran yang aktif, kreatif dan bermakna. terimakasih pak atas materinya
Terima kasih banyak bapak atas materi yang sudah bapak beri kan ini yaitu, Materi tentang Konstruktivisme dan Konstruksionisme ini sangat membantu, karena jujur saya sering bingung membedakan keduanya. Poin utamanya yang paling gampang diingat adalah: Konstruktivisme itu fokusnya di proses kita berpikir dan paham (internal), sementara Konstruksionisme itu fokusnya di proses kita membuat sesuatu yang nyata (artefak). Misalnya, kalau kita cuma disuruh diskusi sampai paham konsep pecahan itu Konstruktivisme. Tapi kalau kita disuruh bikin video game tentang pecahan, itu baru Konstruksionisme. Jadi, intinya Konstruksionisme itu 'belajar sambil bikin'. Saya rasa, kalau di kelas, metode 'belajar sambil bikin' itu lebih seru dan siswa jadi lebih ingat karena ada hasil nyata yang mereka buat sendiri.
BalasHapusMenurut saya pribadi dari materi bapak ini bagian yang menarik perhatian saya adalah tentang peran teknologi dan minat pribadi siswa di Konstruksionisme. Di materi disebutkan, belajar itu paling bagus kalau siswa bisa bikin sesuatu yang nyata dan berarti buat mereka. Contohnya yang tadi, anak-anak diminta bikin video game sederhana, itu kan sesuai banget dengan hobi mereka. Dengan begitu, teknologi jadi alat bantu yang kuat sekali, bukan cuma dipakai untuk presentasi biasa. Ketika proyeknya berhubungan dengan minat pribadi siswa (Relevansi Pribadi), mereka pasti lebih semangat dan effort mereka juga akan lebih maksimal. Saya pikir ini adalah kunci untuk membuat pembelajaran jadi lebih hidup dan tidak terasa seperti tugas.
BalasHapusTapi saya juga setuju banget dengan materi bapak yang bagian tentang Integrasi Kedua Pendekatan ini. Dan menurut saya, kedua teori ini memang harusnya digabungkan. Kita tidak bisa langsung menyuruh siswa membuat sesuatu (Konstruksionisme) kalau dasar konsepnya (Konstruktivisme) saja belum matang. Jadi, alurnya yang paling masuk akal adalah pertama, guru harus pakai Konstruktivisme dulu untuk memperkenalkan ide dan konsep dasarnya lewat diskusi atau pengalaman langsung misalnya, pakai potongan kertas untuk pecahan. Setelah siswa agak paham, baru kemudian didorong untuk menciptakan proyek (Konstruksionisme), misalnya membuat puzzle atau simulasi yang berhubungan dengan pecahan tadi. Dengan cara ini, pemahaman siswa jadi dalam karena mereka punya dasar konsep yang kuat, dan juga kreatif karena mereka menghasilkan karya. Terima kasih lagi pak untuk bapak kerena sudah memberikan materi ini bapak.
BalasHapusKomentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapusiya pak betul sekali tentang implikasi dalam mengajar dan pembelajaran selama penerapan teori ini guru juga perlu memperhatikan beberapa hal seperti menciptakan lingkungan pembelajaran yang mendukung contohnya seperti guru harus menciptakan lingkungan yang mendorong eksplorasi, refleksi ,dan kolaborasi dan juga kita harus menggunakan teknologi yang dapat menjadi alat yang efektif untuk mendukung pembelajaran
BalasHapusya pak betul sekali kita harus mempelajari tentang pendekatan diferensiasi contohnya guru harus mempertimbangkan kebutuhan dan minat individu peserta didik untuk menciptakan pengalaman belajar yang bermakna dan juga harus ada umpan balik yang konstruktif contohnya guru perlu memberikan umpan balik yang dapat membantu peserta didik merefleksikan pekerjaan mereka dan melakukan perbaikan
BalasHapusiya pak saya sangat setuju tentang teori constructivism dan contructionism adalah dua teori yang mempelajari yang saling melengkapi keduanya juga menekankan peran aktif peserta didik dalam membangun pengetahuan tetapi dengan pendekatan yang berbeda contohnya seperti constructivism dia berfokus pada proses internal dan refleksi sedangkan contructionism menekankan penciptaan artefak nyata sebagai bagian dari pelajaran dengan memahami dan menginteraksikan kedua pendekatan ini guru dapat menciptakan pengalaman pembelajaran yang lebih bermakna dan efektif bagi peserta didik
BalasHapusiya pak saya akan mengingat manfaat elemen elemen yang penting dari kedua teori ini karena pendidikan dapat lebih berfokus pada pembelajaran yang relevan,kreatif, dan berpusat pada peserta didiknya dan juga interaksi teori ini tidak hanya memberikan pemahaman yang lebih mendalam tetapi juga mempersiapkan peserta didik untuk menghadapi tantangan didunia nyata dengan lebih baik lagi
BalasHapusNama: Leoni Wulandari
BalasHapusKelas: 5D
NPM: 2386206088
Menurut saya, materi ini penting karena mengajarkan bahwa setiap anak bisa percaya diri dengan matematika jika mengetahui kekuatan mereka. Dengan mengaitkan matematika ke kehidupan sehari-hari dan memberi kesempatan untuk refleksi, siswa jadi lebih memahami dan tidak takut mencoba. Ini bisa mengubah pandangan anak bahwa matematika itu sulit menjadi sesuatu yang menyenangkan.
Nama: Leoni Wulandari
BalasHapusKelas: 5D
NPM: 2386206088
Menurut saya, penting bagi guru membantu siswa melihat bahwa mereka bisa sukses di matematika. Dengan mengenali kekuatan sendiri dan mengaitkan matematika dengan kehidupan sehari-hari, siswa bisa lebih percaya diri dan tidak takut menghadapi soal sulit. Cara ini membuat belajar matematika jadi lebih menyenangkan dan bermakna.
Nama: Leoni Wulandari
BalasHapusKelas: 5D
NPM: 2386206088
Menurut saya, materi ini penting karena menunjukkan bahwa cara anak melihat diri mereka sendiri memengaruhi percaya diri dalam matematika. Dengan membantu siswa mengenali kekuatan mereka dan mengaitkan matematika dengan kehidupan sehari-hari, anak-anak bisa lebih percaya diri dan mulai menyukai matematika. Hal ini membuat belajar lebih menyenangkan dan bermakna.
Nama : Finsensos Maria Seno
HapusKelas: 5 D PGSD
Npm : 2386206090
Saya juga setuju dengan pendapatmu. Materi ini penting karena membantu anak mengenali kemampuan diri mereka. Dengan mengaitkan matematika ke kehidupan sehari-hari, anak bisa lebih percaya diri, mulai menyukai matematika, dan belajar menjadi lebih menyenangkan 😊
Nama: Leoni Wulandari
BalasHapusKelas: 5D
NPM: 2386206088
Menurut saya, materi ini menarik karena mengajarkan bahwa anak bisa mulai percaya diri dengan matematika jika mereka mengetahui kekuatan mereka sendiri. Mengaitkan matematika dengan kehidupan sehari-hari juga membuat pelajaran lebih mudah dipahami dan menyenangkan.
Nama: Leoni Wulandari
BalasHapusKelas: 5D
NPM: 2386206088
Menurut saya, materi ini penting karena membantu siswa melihat bahwa mereka sebenarnya bisa matematika jika mengetahui kekuatan mereka. Dengan mengaitkan matematika dengan kegiatan sehari-hari, belajar jadi lebih menyenangkan dan membuat siswa lebih percaya diri.
Nama : Finsensos Maria Seno
Hapuskelas : 5 D PGSD
Npm : 2386206090
Saya setuju dengan pendapatmu Leoni materi ini memang penting karena membantu anak menyadari kemampuan mereka dalam matematika. Mengaitkan matematika dengan kegiatan sehari-hari membuat belajar lebih menyenangkan dan meningkatkan rasa percaya diri anak.
Nama : Finsensos Maria Seno
BalasHapusKelas 5 D PGSD
Npm : 2386206090
dari Materi ini menarik karena menjelaskan bagaimana teori konstruktivisme dan konstruksionisme membantu memahami cara anak belajar. Menurut Piaget, anak membangun pengetahuannya sendiri melalui pengalaman dan interaksi dengan lingkungan (constructivism), sedangkan Papert menekankan constructionism, yaitu belajar sambil menciptakan sesuatu yang nyata, seperti proyek atau media digital. Dengan pendekatan ini, anak tidak hanya menerima informasi, tetapi juga aktif mengembangkan pemahaman mereka sendiri. Materi ini juga menekankan pentingnya peran guru dan orang tua dalam mendukung pengalaman belajar yang bermakna dan menyenangkan bagi anak.
Nama : Finsensos Maria Seno
BalasHapusKelas : 5 D PGSD
Npm : 2386206090
Dari Materi ini menjelaskan bagaimana anak membangun pengetahuan mereka sendiri. Menurut Piaget, anak belajar secara aktif melalui pengalaman dan interaksi dengan lingkungan. Vygotsky menekankan pentingnya interaksi sosial dalam membentuk pemahaman. Sedangkan Papert (konstruksionisme) menekankan belajar melalui membuat atau menciptakan sesuatu yang nyata, seperti proyek atau media digital. Kedua pendekatan ini menempatkan peserta didik sebagai pusat pembelajaran dan mendorong belajar yang kreatif, bermakna, dan aktif.
Nama : Finsensos Maria Seno
BalasHapusKelas : 5D PGSD
Npm : 2386206090
Piaget, Vygotsky, dan Papert menunjukkan bahwa anak belajar paling baik ketika aktif membangun pengetahuan sendiri. Dengan pengalaman, interaksi sosial, dan membuat sesuatu, belajar jadi lebih menyenangkan, kreatif, dan lebih bermakna.
Nama : Finsensos Maria Seno
BalasHapusKelas : 5D PGSD
Npm : 2386206090
Anak belajar paling baik ketika mereka aktif mencoba sendiri, berdiskusi, dan membuat sesuatu. Misalnya, saat belajar matematika, anak bisa menghitung uang jajan, membandingkan ukuran bahan saat memasak, atau mengelompokkan mainan berdasarkan warna dan bentuk. Cara ini membuat belajar lebih menyenangkan, mudah diingat, dan bermakna.
Nama: Leoni Wulandari
BalasHapusKelas: 5D
NPM: 2386206088
Menurut saya, materi ini menarik karena menunjukkan pentingnya mengubah cara pandang siswa terhadap matematika. Dengan mengetahui kekuatan mereka dan melihat matematika dalam kehidupan sehari-hari, siswa bisa lebih percaya diri dan merasa bahwa matematika itu menyenangkan, bukan menakutkan.
Nama: Leoni Wulandari
BalasHapusKelas: 5D
NPM: 2386206088
Menurut saya, materi ini penting karena membantu anak-anak melihat matematika bukan sebagai hal yang menakutkan. Dengan mengetahui kekuatan diri sendiri dan mengaitkan matematika dengan kegiatan sehari-hari, siswa bisa lebih percaya diri dan termotivasi untuk belajar. Ini membuat belajar matematika jadi lebih menyenangkan dan bermakna.
Nama: Leoni Wulandari
BalasHapusKelas: 5D
NPM: 2386206088
Menurut saya, penting bagi guru untuk membantu siswa melihat sisi positif mereka dalam matematika. Dengan mengetahui kekuatan sendiri dan mengaitkan pelajaran dengan kehidupan sehari-hari, siswa bisa lebih percaya diri dan matematika terasa lebih menyenangkan, bukan menakutkan.
Nama: Leoni Wulandari
BalasHapusKelas: 5D
NPM: 2386206088
Menurut saya, melihat kekuatan diri sendiri dalam matematika sangat membantu siswa percaya diri. Jika guru juga mengaitkan matematika dengan kegiatan sehari-hari, belajar jadi lebih menyenangkan dan siswa tidak mudah merasa takut atau gagal.
Nama: Leoni Wulandari
Kelas: 5D
BalasHapusNPM: 2386206088
Menurut saya, penting bagi siswa untuk menyadari kemampuan mereka dalam matematika. Dengan mengetahui kekuatan sendiri dan belajar melalui kegiatan sehari-hari, siswa bisa lebih percaya diri dan lebih menikmati pelajaran matematika.
Materi ini memberikan gambaran yang jelas mengenai perbedaan dan hubungan antara konstruktivisme dan konstruksionisme. Pemaparan tentang Piaget dan Papert menunjukkan bahwa meskipun kedua teori ini sama-sama berfokus pada pembelajaran aktif, masing-masing memiliki penekanan yang berbeda. Konstruktivisme menekankan proses internal pembelajaran, sedangkan konstruksionisme mengajak peserta didik untuk menciptakan produk nyata. Penjelasan ini sangat membantu guru memahami bagaimana menyeimbangkan kedua pendekatan dalam kelas.
BalasHapusIntegrasi antara konstruktivisme dan konstruksionisme menjadi poin penting dalam materi ini. Guru tidak harus memilih salah satu, tetapi dapat memadukan keduanya untuk menciptakan pengalaman belajar yang utuh. Teori konstruktivisme dapat digunakan untuk membangun dasar pemahaman, sementara konstruksionisme mendorong siswa menerapkan pengetahuan melalui penciptaan artefak. Pendekatan kombinatif ini tidak hanya memperkuat pemahaman konsep, tetapi juga menumbuhkan kreativitas, kemandirian, dan kemampuan problem solving.
BalasHapusTerima kasih banyak atas artikel yang sangat mencerahkan ini, Pak. Penjelasan mengenai perbedaan fokus antara Constructivism (proses internal dan refleksi) dan Constructionism (penciptaan artefak nyata) sangat membantu memperjelas bagaimana kedua teori ini dapat saling melengkapi untuk menciptakan pengalaman belajar yang lebih bermakna dan efektif bagi peserta didik.
BalasHapusIzin menanggapi pak, materi ini sangat membantu dalam memahami perbedaan antara constructivism dan constructionism, kombinasi kedua pendekatan ini dapat menciptakan pengalaman pembelajaran yang lebih kaya dan bermakna bagi peserta didik. Guru harus menciptakan lingkungan belajar yang mendukung dan memanfaatkan teknologi untuk membantu proses pembelajaran
BalasHapusNama: Yormatiana Datu Limbong
BalasHapusKelas : 5C
Npm : 2386206082
Materinya keren banget pak. Penjelasannya juga mudah dipahami dan sangat menarik, seberapa besar perbedaan dua teori ini kalau dipakai langsung dikelas? soalnya kadang teorinya mirip mirip tapi praktiknya bisa beda jauh. Gimana guru bisa ngatur waktu kalau anak harus membangun pengetahuan sendiri lewat pengalaman.Materi jelas apakah semua sekolah punya fasilitas yang cukup buat mendukung pembelajaran model seperti itu. Secara keseluruhan,penjelasannya bagus karena bikin saya sadar kalau belajar itu bukan sekedar memberi informasi,tapi bantu anak nemu sendiri apa yang mereka pelajari.
Nama: Yormatiana Datu Limbong
BalasHapusKelas : 5C
Npm : 2386206082
menurut saya,materinya sudah menjelaskan dengan jelas perbedaan antara konstruktivisme dan konstruksionisme. Keduanya menekankan bahwa siswa perlu aktif dalam belajar, baik melalui pengalaman maupun membuat karya nyata. Pendekatan seperti ini membuat pembelajaran lebih bermakna dan membantu siswa memahami konsep secara lebih mendalam.
Nama: Lidia Jaimun
BalasHapusKelas: 5D PGSD
Npm: 2386206091
Izin menanggapi Pak, saya melihat materi ini memberikan penjelasan yang sangat jelas tentang konsep matematika yang dipaparkan. Materi tersebut membuat siswa lebih mudah memahami langkah-langkah penyelesaiannya. Saya merasa bahwa penyajian visual pada materi ini sangat membantu proses belajar. Saya juga memperhatikan bahwa contoh soal yang diberikan cukup relevan dengan kehidupan sehari-hari. Saya menilai struktur penjelasannya sangat runtut sehingga tidak membingungkan. Saya meyakini materi ini bisa meningkatkan pemahaman siswa secara signifikan. Saya berharap materi serupa terus dikembangkan untuk mendukung pembelajaran.
Nama: Lidia Jaimun
BalasHapusKelas: 5D PGSD
Npm: 2386206091
Izin menanggapi Pak, saya menilai materi ini sudah disampaikan dengan bahasa yang sederhana dan mudah dipahami. Materi tersebut memberikan stimulus yang baik bagi siswa untuk berpikir kritis. Saya mengamati bahwa penggunaan ilustrasi membantu siswa memahami konsep abstrak. Saya merasa penjelasan langkah demi langkahnya sangat sistematis dan logis. Saya melihat bahwa latihan soal yang tersedia cukup menantang tetapi tetap sesuai kemampuan siswa. Saya percaya materi seperti ini dapat meningkatkan minat siswa terhadap matematika. Saya berharap materi ini terus diperbaiki agar semakin menarik.
Nama: Lidia Jaimun
BalasHapusKelas: 5D PGSD
Npm: 2386206091
Izin menanggapi Pak, saya memahami bahwa materi ini sangat penting untuk membangun kemampuan literasi numerasi siswa. Materi tersebut memberikan pemodelan penyelesaian yang sederhana namun efektif. Saya melihat penyajian informasinya sangat jelas dan terstruktur. Saya merasa contoh yang digunakan mudah dikaitkan dengan kehidupan siswa. Saya menilai bahwa soal-soal evaluasi dalam materi ini sangat bermanfaat untuk mengukur pemahaman. Saya yakin materi ini dapat membantu meningkatkan kemampuan berpikir logis siswa. Saya berharap materi berikutnya tetap mempertahankan kualitas penjelasannya.
Nama: Lidia Jaimun
BalasHapusKelas: 5D PGSD
Npm: 2386206091
Izin menanggapi Pak, saya melihat materi ini memberikan gambaran yang mendalam tentang konsep yang sedang dipelajari. Materi tersebut memudahkan siswa memahami hubungan antara data dan penyelesaian soal. Saya merasa ilustrasinya membantu mengurangi kebingungan dalam memahami konsep. Saya menilai bahwa penggunaan bahasa dalam materi cukup komunikatif dan ramah bagi siswa. Saya mengamati bahwa contoh pengerjaannya ditampilkan dengan runtut. Saya percaya materi ini akan meningkatkan kemampuan siswa dalam mengolah informasi. Saya berharap guru dapat mengembangkan lebih banyak latihan sejenis.
Nama: Lidia Jaimun
BalasHapusKelas: 5D PGSD
Npm: 2386206091
Izin menanggapi Pak, saya merasakan bahwa materi ini dirancang dengan sangat baik untuk mendukung pembelajaran yang aktif. Materi tersebut memberikan stimulus visual yang kuat sehingga siswa lebih cepat memahami. Saya menilai struktur penyajiannya teratur dan mudah diikuti. Saya melihat penjelasan konsepnya sangat lengkap namun tetap ringkas. Saya merasa latihan soal yang diberikan menantang tetapi tetap dapat diselesaikan siswa. Saya yakin materi ini dapat meningkatkan kemampuan analitis siswa. Saya berharap materi serupa terus dilengkapi dengan contoh kontekstual.
Nama: Lidia Jaimun
BalasHapusKelas: 5D PGSD
Npm: 2386206091
Izin menanggapi Pak, saya menilai materi ini sangat relevan dengan kebutuhan siswa dalam memahami dasar-dasar matematika. Materi tersebut memberikan penjelasan yang cukup mendalam namun tetap mudah dipahami. Saya melihat bahwa visualisasi dalam materi sangat membantu proses pembelajaran. Saya merasa contoh penerapannya cukup dekat dengan situasi nyata. Saya mengamati bahwa langkah-langkah pengerjaannya disajikan dengan runtut. Saya percaya bahwa materi ini dapat meningkatkan kepercayaan diri siswa saat menyelesaikan soal. Saya berharap materi ini dapat digunakan dalam berbagai kegiatan kelas.
Nama: Lidia Jaimun
BalasHapusKelas: 5D PGSD
Npm: 2386206091
Izin menanggapi Pak, saya memperhatikan bahwa materi ini sangat efektif dalam membimbing siswa memahami konsep yang sulit. Materi tersebut memberi penjelasan bertahap yang memudahkan pemahaman. Saya melihat penyajiannya cukup menarik karena disertai gambar pendukung. Saya merasa latihan soalnya variatif dan membantu memperkuat konsep. Saya menilai bahwa bahasa yang digunakan sangat ramah bagi siswa sekolah dasar. Saya yakin materi ini dapat meningkatkan kemampuan berpikir matematis siswa. Saya berharap materi dapat diperkaya dengan contoh kehidupan sehari-hari lainnya.
Nama: Lidia Jaimun
BalasHapusKelas: 5D PGSD
Npm: 2386206091
Izin menanggapi Pak, saya menilai materi ini sangat membantu siswa memahami konsep secara visual dan logis. Materi tersebut menyajikan informasi dengan runtut dari yang sederhana hingga kompleks. Saya merasa gambar-gambar penjelas memberikan dukungan pemahaman yang baik. Saya melihat contoh soal yang ada cukup terstruktur dan jelas. Saya mengamati bahwa pembelajaran berbasis ilustrasi seperti ini sangat cocok untuk siswa SD. Saya percaya materi ini dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah siswa. Saya berharap materi ini dapat menjadi acuan dalam pembelajaran berikutnya.
Nama: Lidia Jaimun
BalasHapusKelas: 5D PGSD
Npm: 2386206091
Izin menanggapi Pak, saya menyadari bahwa materi ini memberikan pendekatan yang tepat dalam menjelaskan konsep numerasi. Materi tersebut menyajikan penjelasan yang terperinci namun tetap mudah dipahami. Saya melihat bahwa bagian contoh soal sangat membantu siswa memahami pola penyelesaian. Saya merasa tampilan visualnya memperjelas maksud setiap langkah. Saya menilai bahwa latihan soal pada materi ini dapat mengasah kemampuan berpikir kritis siswa. Saya yakin materi seperti ini mampu meningkatkan hasil belajar siswa. Saya berharap materi ini semakin diperkaya dengan variasi soal lainnya.
Nama: Lidia Jaimun
BalasHapusKelas: 5D PGSD
Npm: 2386206091
Izin menanggapi Pak, saya menilai materi ini sangat tepat digunakan untuk meningkatkan pemahaman siswa tentang konsep dasar matematika. Materi tersebut memberikan alur penjelasan yang jelas dan tidak membingungkan. Saya melihat ilustrasi pendukung sangat memudahkan siswa memahami konteks soal. Saya merasa bahwa latihan soal pada materi ini cukup menantang namun tetap sesuai kemampuan. Saya mengamati contoh-contoh yang digunakan sangat kontekstual dengan lingkungan siswa. Saya percaya materi ini dapat memperkuat keterampilan numerasi siswa. Saya berharap materi ini terus dikembangkan agar lebih interaktif lagi.
Menurut saya, artikel ini menjelaskan dengan sangat jelas meskipun constructivism dan constructionism sering dianggap sama, keduanya memiliki fokus yang berbeda dalam proses pembelajaran. Perbedaan ini sangat penting dipahami supaya guru tidak salah menerapkan strategi belajar di kelas. Dengan memahami kedua teori tersebut guru dapat lebih bijak memilih pendekatan yang cocok untuk tujuan pembelajaran dan karakter siswa.
BalasHapusSaya melihat bahwa artikel ini menegaskan kembali betapa relevannya teori Piaget dan Vygotsky untuk pembelajaran saat ini. Keduanya memberikan dasar kuat bahwa siswa harus aktif membangun pengetahuannya sendiri melalui pengalaman dan interaksi sosial. Menurut saya, pembelajaran seperti inilah yang sangat dibutuhkan di era pendidikan modern, mengapa Karena untuk mengembangkan kemampuan berpikir kritis dan kolaboratif.
BalasHapusMenurut pendapat saya, salah satu poin terpenting dalam artikel ini adalah penekanan Papert pada pembuatan artefak nyata. Ketika siswa membuat sesuatu yang bermakna bagi mereka, proses belajar menjadi lebih mendalam dan menyenangkan. Saya setuju bahwa proyek nyata dapat meningkatkan kreativitas, kemandirian, dan kemampuan problem solving siswa.
BalasHapusSaya sangat setuju dengan gagasan bahwa constructivism dan constructionism dapat saling melengkapi dalam pembelajaran. Guru bisa memulai dengan membantu siswa membangun konsep melalui pengalaman dan diskusi, lalu melanjutkan dengan proyek yang memungkinkan mereka menciptakan produk nyata. Menurut saya, kombinasi ini menghasilkan pembelajaran yang lebih bermakna dan membantu siswa memahami konsep secara lebih mendalam.
BalasHapusBagi saya, bagian implikasi dalam artikel ini sangat penting karena memberikan gambaran nyata tentang bagaimana guru dapat menerapkan teori tersebut di kelas. Mulai dari menciptakan lingkungan belajar yang mendukung, memanfaatkan teknologi, hingga memberikan umpan balik yang konstruktif semua ini sangat relevan untuk praktik mengajar saat ini. Saya percaya bahwa penerapan pendekatan ini dapat membuat pembelajaran lebih menarik dan meningkatkan motivasi belajar siswa.
BalasHapus