Teori belajar adalah landasan penting dalam dunia pendidikan, memberikan panduan bagi para pendidik untuk mengembangkan strategi pengajaran yang efektif. Salah satu teori yang menonjol dalam bidang ini adalah Teori Belajar Bruner. Jerome Bruner, seorang psikolog pendidikan asal Amerika, mengembangkan teori ini dengan fokus pada pendekatan kognitif terhadap proses pembelajaran.
Jerome Bruner mengemukakan teorinya pada tahun 1960-an sebagai respons terhadap dominasi teori behaviorisme yang saat itu populer. Bruner berargumen bahwa pembelajaran bukan sekadar hasil dari stimulus-respons, tetapi melibatkan proses mental yang kompleks. Menurut Bruner, manusia adalah makhluk aktif yang secara terus-menerus membangun pengetahuan melalui interaksi dengan lingkungan.
Bruner percaya bahwa pembelajaran melibatkan tiga tahapan utama: enaktif, ikonik, dan simbolik. Ketiga tahapan ini berfungsi sebagai representasi mental yang membantu individu memahami konsep-konsep yang kompleks.
1. Tahap Enaktif: Pada tahap ini, pembelajaran terjadi melalui tindakan langsung terhadap objek. Anak-anak, misalnya, belajar mengenal bentuk dengan memanipulasi objek secara fisik.
2. Tahap Ikonik: Pada tahap ini, pembelajaran terjadi melalui penggunaan gambar atau representasi visual. Anak-anak mulai dapat memvisualisasikan objek tanpa harus langsung memanipulasinya.
3. Tahap Simbolik: Tahap terakhir ini melibatkan penggunaan simbol-simbol, seperti bahasa atau angka, untuk mewakili konsep. Ini adalah tahap di mana pembelajaran abstrak, seperti matematika, mulai terjadi.
Prinsip-Prinsip Teori Bruner dalam Pembelajaran
Bruner mengemukakan beberapa prinsip dasar yang mendasari teorinya:
- Kesiapan (Readiness)**: Pembelajaran harus disesuaikan dengan kesiapan kognitif siswa. Artinya, materi pembelajaran harus disampaikan sesuai dengan tahap perkembangan mental siswa. Misalnya, dalam pembelajaran matematika, konsep-konsep abstrak seperti aljabar tidak boleh diajarkan terlalu dini sebelum siswa memahami konsep dasar angka.
- Spiral Curriculum**: Bruner memperkenalkan konsep kurikulum spiral, di mana materi pembelajaran diperkenalkan pada tingkat dasar terlebih dahulu dan kemudian diulang dengan tingkat kompleksitas yang lebih tinggi seiring perkembangan siswa. Misalnya, konsep pecahan diperkenalkan pada tahap awal dengan representasi visual, dan kemudian diajarkan secara lebih abstrak pada tahap selanjutnya.
- Penemuan (Discovery Learning)**: Bruner menganjurkan metode belajar penemuan, di mana siswa didorong untuk menemukan konsep-konsep baru melalui eksplorasi dan investigasi. Dalam matematika, ini bisa berarti memberikan siswa kesempatan untuk menemukan pola atau rumus melalui pengamatan dan percobaan sendiri.
Aplikasi Teori Bruner dalam Pendidikan Matematika
Teori Bruner memiliki aplikasi yang signifikan dalam pendidikan matematika. Pendekatan ini mendorong siswa untuk tidak hanya menghafal fakta-fakta matematis, tetapi juga memahami konsep-konsep dasar melalui proses eksplorasi dan penemuan.
1. Pembelajaran yang Berfokus pada Pemahaman Konseptual: Dengan menerapkan prinsip kurikulum spiral, guru matematika dapat memperkenalkan konsep-konsep dasar seperti penjumlahan, pengurangan, dan perkalian pada tahap awal, dan kemudian secara bertahap memperkenalkan konsep-konsep yang lebih kompleks seperti persamaan dan fungsi. Ini membantu siswa membangun pemahaman konseptual yang kuat.
2. Penggunaan Alat Manipulatif: Pada tahap enaktif, penggunaan alat manipulatif seperti balok, koin, atau gambar dapat membantu siswa memahami konsep-konsep matematis secara konkret sebelum beralih ke representasi simbolik. Misalnya, siswa dapat menggunakan balok untuk mempelajari konsep pecahan sebelum beralih ke notasi angka.
3. Pembelajaran Berbasis Penemuan: Dalam pembelajaran matematika, siswa dapat didorong untuk menemukan rumus atau pola melalui eksperimen dan pengamatan. Misalnya, guru dapat memberi siswa berbagai segitiga dan meminta mereka menemukan hubungan antara panjang sisi-sisi segitiga tersebut. Dengan cara ini, siswa akan belajar tentang teorema Pythagoras melalui proses penemuan.
Implikasi Teori Bruner untuk Pendidik
Teori Bruner memiliki beberapa implikasi penting bagi pendidik, terutama dalam merancang dan melaksanakan pembelajaran:
1.Pendekatan Individual: Guru perlu mempertimbangkan tahap perkembangan kognitif masing-masing siswa saat merancang pembelajaran. Ini berarti bahwa pembelajaran harus disesuaikan dengan kebutuhan dan kesiapan siswa, serta memberikan tantangan yang sesuai untuk mengembangkan kemampuan berpikir mereka.
2. Pengulangan Materi dengan Tingkat Kesulitan yang Meningkat: Kurikulum spiral yang diusulkan oleh Bruner menekankan pentingnya pengulangan materi dengan tingkat kesulitan yang semakin meningkat. Ini memungkinkan siswa untuk membangun pemahaman yang lebih mendalam dan aplikatif terhadap konsep-konsep yang telah mereka pelajari.
3. Pengembangan Kemampuan Berpikir Kritis**: Metode belajar penemuan mendorong siswa untuk mengembangkan kemampuan berpikir kritis dan analitis. Guru harus menciptakan lingkungan belajar yang mendorong siswa untuk mengajukan pertanyaan, mengeksplorasi kemungkinan, dan menemukan jawaban sendiri.
Kritik Terhadap Teori Bruner
Meskipun Teori Bruner memiliki banyak keunggulan, ada beberapa kritik yang diajukan terhadapnya. Beberapa ahli berpendapat bahwa teori ini terlalu idealis dan sulit diterapkan dalam praktik, terutama dalam konteks kelas dengan jumlah siswa yang besar. Selain itu, tidak semua siswa dapat belajar secara efektif melalui metode penemuan; beberapa siswa mungkin membutuhkan lebih banyak panduan dan instruksi langsung dari guru.
Teori Belajar Bruner menawarkan pendekatan yang komprehensif dan berpusat pada siswa dalam proses pembelajaran. Dengan memahami dan menerapkan prinsip-prinsip Bruner dalam pendidikan matematika, guru dapat membantu siswa mengembangkan pemahaman yang lebih dalam dan bermakna terhadap konsep-konsep matematis. Meskipun menghadapi beberapa kritik, teori ini tetap relevan dan berharga dalam merancang strategi pembelajaran yang efektif dan inspiratif.

Saya setuju dengan kritik yang disampaikan kepada teori Bruner, teori ini terlalu kompleks jika diterapakn pada anak didik yang jumlahnya banyak, belum lagi harus memperhatikan kegiatan eksplorasi pada poin 3 untuk penemuan, munkin ketika dicontoh untuk pembelajaran matematika bisa saja memanfaatkan media buatan yang ada, tapi kalo dalam pembelajaran ipa? sains? apakah harus ada penemuan oleh siswa sendiri? apakah tidak memperhatikan bagaimana kondisi sekolah dan letak sekolah?
BalasHapushmm,, agak sulit ya diterapkan.
Nama : Oktavia Ramadani
HapusNPM : 2386206086
Kelas : 5D
Menurut saya, tanggapan Alusia sangat realistis dan masuk akal , kritik bahwa teori Bruner terasa kompleks dan sulit diterapkan di kelas dengan jumlah siswa banyak, fasilitas terbatas, dan kondisi sekolah yang beragam itu memang benar adanya. Namun, di sisi lain, teori Bruner sebenarnya tidak harus dipahami sebagai siswa wajib menemukan semuanya sendiri lewat percobaan besar dan lengkap, melainkan lebih pada cara bertahap membangun pemahaman , dari pengalaman langsung (enaktif), ke gambar atau model (ikonik), lalu ke simbol dan rumus (simbolik). Dalam IPA atau sains, penemuan tidak selalu harus berupa eksperimen laboratorium; bisa saja lewat pengamatan sederhana, demonstrasi guru, diskusi berdasarkan gambar atau video, atau kegiatan kecil yang disesuaikan dengan kondisi sekolah. Jadi, kekhawatiran Alusia soal konteks dan keterbatasan di lapangan itu sangat tepat, dan di situlah peran guru untuk tidak mengambil teori Bruner secara mentah-mentah, tetapi memilih dan menyesuaikan bagian-bagian yang masih mungkin diterapkan agar tetap memberi ruang bagi siswa untuk berpikir, mengeksplorasi, dan memahami konsep dengan lebih bermakna.
Nama : Nabilah Aqli Rahman
BalasHapusNPM : 2386206125
Kelas : 5D PGSD
Luar biasa Pak.
Cukup membaca satu blog tulisan Bapak saya sudah tau dan memahami apa itu teori belajar Brunner. Dengan gaya penulisan Bapak yang sangat informatif dan membuat pembahasan menjadi tidak terlalu berat saya jadi tau siapa tokoh yang menciptakan teori belajar Brunner ini, pengertian teori Brunner, tahapan-tahapan utamanya, prinsip-prinsipnya, penerapannya dalam ilmu matematis, dampak teori Brunner pada pendidik, dan juga kritik kepada teori Brunner itu sendiri.
Terimakasih banyak Pak! 😃
Nama : Nabilah Aqli Rahman
HapusNPM : 2386206125
Kelas : 5D PGSD
Saat saya membaca paragraf yang membahas kritik terhadap teori Brunner, saya jadi timbul pertanyaan Pak. Bagaimana seandainya teori Brunner ini benar-benar tidak ada atau tidak di terapkan dalam pendidikan di Indonesia terutama pada pembelajaran matematika? kira-kira apa yah yang bakal terjadi?
Nama : Nabilah Aqli Rahman
HapusNPM : 2386206125
Kelas : 5D PGSD
Kalau seandainya teori Brunner ini tidak di terapkan atau bahkan tidak ada sama sekali pasti banyak sekali kan persoalan yang timbul. Karena teori belajar ini sangat berharga dan relevan.
Kalau teori belajar Brunner tidak ada, pembelajaran di Indonesia bisa jadi terlalu sulit dan pastinya makin membingungkan, terutama bagi anak-anak. Teori Brunner membantu guru mengajarkan matematika secara bertahap—mulai dari praktik langsung (seperti menghitung benda), lalu lewat gambar, dan akhirnya mengenal dan mempelajari simbol atau angka. Tanpa pendekatan ini, anak-anak bisa jadi langsung dihadapkan pada angka dan rumus tanpa tau 'maknanya'. Akibatnya, mereka mungkin hanya menghafal tanpa benar-benar paham. Pembelajaran juga pasti akan terasa membosankan dan tidak menyenangkan sama sekali. Karena tidak menggunakan permainan, alat peraga (media pembelajaran), atau eksplorasi.
Nama : Nabilah Aqli Rahman
HapusNPM : 2386206125
Kelas : 5D PGSD
Setiap anak memiliki gaya belajar yang berbeda-beda. Ada anak yang lebih suka bergerak atau melihat gambar, kalau tidak dibarengi dengan teori belajar Brunner ini, pasti anak tersebut akan sangat kesulitan mengikuti pelajaran. Selain itu, guru mungkin akan lebih sering menggunakan metode ceramah dan hafalan, bukan menciptakan pembelajaran yang membuat anak aktif dan menemukan pembelajaran itu sendiri (prinsip discovery learning).
Nama : Nabilah Aqli Rahman
BalasHapusNPM : 2386206125
Kelas : 5D PGSD
Jadi, bisa dibayangkan bagaimana pembelajaran di Indonesia tanpa teori Brunner
Pembelajaran matematika pasti akan kehilangan banyak sekali makna, terasa jauh dari kehidupan sehari-hari. Tidak cocok untuk anak-anak yang sedang tumbuh dan belajar dengan cara yang beragam. Tanpa teori belajar Brunner, pembelajaran matematika bisa berubah seperti hanya memberikan peta kepana anak tanpa mengajak mereka berjalan mengikuti arah peta itu. Anak-anak hanya disuruh menghafal arah tanpa tau apa sih itu gunung, sungai, atau jalan setapak. Padahal, belajar matematika seharusnya seperti petualangan. Dimulai dari menyentuh, melihat, lalu memahami. Kalau saya analogikan teori Brunner ini bagaikan kompas yang membantu guru menuntun anak-anak dari dunia nyata ke dunia simbol. Tanpa kompas tadi, pembelajaran bisa jadi kehilangan warna, kehilangan makna, dan kehilangan senyum anak-anak yang sedang belajar dengan cara mereka masing-masing.
BalasHapusNama: Maya Aprivani
Npm: 2386206013
Kelas: VA
setelah saya membaca materi ini khususnya pada bagian tahapan teori bruner saya sangat setuju dengan tahapan tersebut saya rasa tahapan-tahapan itu sangat membantu guru dalam memberikan pemahaman materi matematika agar mudah di mengerti karena apabila belajar matematika dengan metode ceramah saya rasa agak sulit untuk di pahami peserta didik.
3 poin tahapan teori bruner yaitu:
1. tahap enaktif, yang di mana kita mengajar dengan adanya tindakan langsung, misalnya ingin belajar tentang bangun ruang maka kita bisa membawa benda-benda yang masuk dalam bangun ruang seperti dadu, buku tulis, bola benda ini kita gunakan untuk memperkenalkan ini yang di nama kan sisi, rusuk, ddl. siswa langsung melihat dan mudah memahami
2. Tahap ikonik, siswa belajar dengan melihat gambar kubus, bola.dll, untuk membentuk pemahaman mereka tanpa melihat benda nyatanya.
3. tahap simbolik, kita mulai memberikan penjelasan cara menghitung jumlah sisi dengan rumus-rumus yang ada.
Terima kasih
Saya sangat setuju dengan Implikasi Teori Bruner untuk pendidikan, Dimana Guru yang bisa menarapkan ke 3 poin ini berarti Guru yang sudah siap menerima keadaan kelas yang ribut dan berantakan. Penerapan ke 3 poin ini juga adalah cara untuk pengajaran yang unggul atau individualitas, spiral menjamin kedalaman, dan penemuan menciptakan kemampuan berpikir kritis bagi siswa.
BalasHapusNama : Isdiana Susilowati Ibrahim
BalasHapusNpm : 2386206058
Kelas : VB PGSD
Baik Pak menurut saya materi ini sangat baik karena memberikan pemahaman mendalam terkait bagaimana teori belajar bruner, yang dapat dijadikan dasar bagi peserta didik dalam menciptakan pengalaman belajar matematika yang bermakna. Materi di atas juga sangat penting bagi calon guru karena mengajarkan tentang pentingnya memahami proses berpikiberkelanjutan untuk membangun pembelajaran yang efektif dan berkelanjutan🙏
Terima kasih bapak Materi mengenai Teori Belajar Bruner ini sangat mencerahkan, terutama saat dikaitkan dengan pendidikan matematika. Penekanan pada mode representasi (enaktif, ikonik, simbolik) memberikan kerangka yang kuat untuk merancang pembelajaran yang lebih mendalam dan bertahap.
BalasHapusNama: Nanda Vika Sari
BalasHapusNpm: 2386206053
Kelas: 5B PGSD
Setelah saya membaca materi ini, menurut saya materi diatas cukup jelas dan lengkap dalam menjelaskan mengenai bagaimana proses kognitif berfungsi dalam pembelajaran, yaitu khususnya dalam mata pelajaran matematika. Pada penjelasan mengenai tiga tahap representasi yaitu enaktif, ikonik, dan juga simbolik menurut saya cukup membantu untuk memahami bagaimana siswa bergerak dari pemahaman yang konkret/nyata menuju abstraksi.
Nama : Oktavia Ramadani
BalasHapusNPM : 2386206086
Kelas : 5D
Menurut saya sebagai seorang mahasiswa, terutama calon guru, materi tentang Teori Belajar Bruner ini sangat membuka wawasan tentang bagaimana seharusnya kita memandang proses pembelajaran, khususnya dalam matematika. Selama ini, sering kali matematika diajarkan dengan cara langsung ke simbol dan rumus, padahal Bruner mengingatkan bahwa sebelum siswa bisa memahami simbol, mereka perlu melalui tahap enaktif (memanipulasi benda), kemudian ikonik (melihat gambar/representasi), baru simbolik (angka, rumus).
Saya jadi sadar bahwa banyak kesulitan siswa dalam matematika bukan semata-mata karena “tidak pintar”, tetapi karena mereka mungkin langsung dipaksa lompat ke tahap simbolik tanpa cukup pengalaman konkret dan visual. Misalnya, belajar pecahan langsung dengan 1/2, 1/4 di papan tulis, padahal seharusnya bisa dimulai dari memotong kue, kertas, atau menggunakan benda konkret. Di sini prinsip Bruner sangat relevan , siswa perlu “membangun sendiri” pemahamannya melalui pengalaman.
Konsep kurikulum spiral juga menurut saya sangat menarik. Bruner menekankan bahwa suatu konsep boleh dan bahkan sebaiknya diperkenalkan sejak dini dalam bentuk yang sederhana, lalu diulang lagi dengan tingkat kedalaman yang lebih tinggi sesuai perkembangan siswa. Ini mengajarkan kita bahwa tujuan mengajar bukan “habis materi, selesai”, tetapi memberi kesempatan siswa bertemu kembali dengan konsep yang sama, dengan sudut pandang yang makin dalam. Dalam konteks matematika, ini terlihat misalnya pada konsep pecahan, yang bisa muncul mulai dari kelas rendah dengan benda konkret, lalu naik menjadi operasi pecahan, sampai nanti ke persamaan dan fungsi.
Saya juga tertarik dengan ide belajar penemuan (discovery learning). Sebagai mahasiswa, saya merasa pendekatan ini bisa membuat pembelajaran lebih hidup dan bermakna, karena siswa dilibatkan untuk mencari pola, mengamati, dan menyimpulkan sendiri, bukan hanya diberi “rumus jadi”. Namun, saya juga setuju dengan kritik yang disebutkan di materi Bahwa tidak semua siswa nyaman atau mampu langsung belajar lewat penemuan, dan dalam kelas yang besar, guru perlu strategi dan manajemen yang baik agar tidak kacau. Artinya, menurut saya, discovery learning tetap penting, tetapi perlu dipadukan dengan penjelasan terarah dari guru, bukan dilepas begitu saja.
Nama : Oktavia Ramadani
BalasHapusNPM : 2386206086
Kelas : 5D
Izin bertanya pak dan teman - teman semua jika ingin menanggapi pertanyaan saya , Sebagai calon guru, bagaimana cara kamu mengetahui bahwa siswa sudah siap dalam kesiapan kognitif untuk berpindah dari tahap enaktif ke ikonik, atau dari ikonik ke simbolik?🙏🏻😊
Hallo ka Oktavia saya izin menjawab pertanyaannya.
HapusMenurut saya sebelum saya berpindah dari tahapan kognitif ke tahapan enaktif, ikonik ,ataupun simbolik. saya pertama-tama harus memastikan dulu bahwasannya siswa saya ini telah menguasai tingkat tahapan perkembangan kognitifnya, dengan cara memberikan materi untuk menambah pengetahuan mereka dan mengukur pengetahuan mereka sudah sejauh mana, menggunakan latihan-latihan seperti soal tertulis ataupun secara lisan menggunakan stimulus dan juga respon, setelah saya mengetahui hasil lalu kalau ada siswa yang belum mampu menguasai tahap kognitifnya saya akan memberikan pengulangan materi kembali tentunya dengan metode pembelajaran yang berbeda agar mereka lebih mampu menguasai tahap kognitifnya, selanjutnya juga saya menciptakan lingkungan belajar yang mendorong siswa untuk bisa belajar menguasai tahap kognitifnya sebelum benar-benar masuk ke tahap enaktif,ikonik dan juga simbolik dalam representasi mental siswa yang mempunyai fungsi memahami konsep-konsep yang lebih kompleks kedepannya.
Sekian Semoga bermanfaat..
Nama:Arjuna
BalasHapusKelas:5A
Npm:2386206018
Baik pak terimakasih menurut saya, teori belajar Bruner punya peran penting dalam membantu guru memahami bagaimana siswa sebenarnya belajar. Selama ini, banyak pembelajaran hanya menekankan hafalan atau langkah-langkah prosedural, padahal Bruner mengingatkan bahwa belajar itu proses yang melibatkan pemikiran, bukan sekadar menerima informasi.
Nama : Maria Ritna Tati
BalasHapusNPM : 2386206009
Kelas : V A PGSD
Izin menanggapi terkait materi ini,dari teori Bruner ini menarik karena membagi proses belajar jadi tahapan-tahapan yang jelas, mulai dari yang paling konkret (langsung pakai benda) sampai yang abstrak (pakai simbol).jadi, guru bisa lebih mudah menyesuaikan cara mengajar dengan kemampuan siswa.nah dalam teori Belajar Bruner tetap relevan sampai sekarang karena menekankan pentingnya pemahaman konsep daripada hafalan.ini sesuai dengan tujuan pendidikan modern yang ingin menghasilkan siswa yang kritis dan kreatif.
Nama : Maria Ritna Tati
BalasHapusNPM : 2386206009
Kelas : V A PGSD
nah dalam Teori ini menekankan pentingnya siswa mengalami sendiri proses belajar.misalnya, daripada cuma dikasih rumus, lebih baik siswa diajak bereksperimen atau mengamati sesuatu.ini bikin siswa lebih paham dan ingat materi pelajaran.kemudian juga dalam teori ini, guru berperan sebagai fasilitator yang membantu siswa menemukan sendiri pengetahuan.guru tidak hanya memberikan informasi, tapi juga menciptakan lingkungan belajar yang mendukung siswa untuk bereksplorasi dan bertanya.
Nama : Maria Ritna Tati
BalasHapusNPM: 2386206009
Kelas: V A PGSD
Dari konsep kurikulum spiralnya bagus, karena materi pelajaran bisa diajarkan berulang-ulang dengan tingkat kesulitan yang berbeda.jadi, siswa bisa terus memperdalam pemahaman mereka tentang suatu konsep.dalam teori ini juga mengingatkan kita bahwa setiap siswa punya kesiapan belajar yang berbeda-beda.jadi, guru perlu memperhatikan karakteristik siswa sebelum memberikan materi pelajaran.
Nama : Maria RitnaTati
BalasHapusNPM:2386206009
Kelas:VA PGSD
Tambahan terkait materi ini,nah walaupun teorinya bagus, tapi ada juga kritiknya dari saya.salah satunya, teori ini mungkin sulit diterapkan kalau jumlah siswa terlalu banyak.selain itu, tidak semua siswa bisa belajar efektif dengan metode penemuan, ada yang butuh instruksi langsung.dan dalam teori belajar Bruner bisa dikombinasikan dengan teori belajar lain untuk menciptakan strategi pembelajaran yang lebih efektif.misalnya, bisa dikombinasikan dengan teori konstruktivisme yang menekankan pentingnya siswa membangun sendiri pengetahuan mereka.
Terima kasih bapak telah memberikan materi ini, setelah saya baca materi bapan saya rasa saya suka sekali dengan pemaparan tentang tiga tahapan representasi mental menurut Bruner, yaitu Enaktif, Ikonik, dan Simbolik. Konsep ini benar-benar memberikan gambaran jelas bahwa proses belajar itu bukan cuma sekadar hafalan atau respons, tapi ada langkah-langkah yang harus dilalui agar pemahaman kita jadi kuat dan kompleks.
BalasHapusKalau kita hubungkan ke pengalaman sehari-hari, ini menjelaskan kenapa anak-anak harus belajar sambil melakukan (Enaktif), misalnya memegang balok untuk mengerti konsep jumlah. Setelah itu, baru mereka bisa pindah ke gambar (Ikonik), dan akhirnya ke angka atau rumus (Simbolik).
Khususnya di pendidikan matematika, menurut saya ini jadi dasar penting banget. Guru nggak boleh buru-buru langsung kasih rumus abstrak kalau siswanya belum kuat di tahap konkret atau visual. Jadi, pemahaman konsep dasar itu dibangun perlahan, dari yang paling nyata sampai yang paling abstrak. Intinya, materi ini menekankan bahwa belajar itu adalah proses aktif, di mana kita sendiri yang membangun pengetahuannya.
Dan juga pada bagian materi bapak tentang Kurikulum Spiral (Spiral Curriculum) Bruner ini menurut saya sangat menarik dan logis, terutama saat diterapkan di mata kuliah kita. Ide pengulangan materi dengan tingkat kesulitan yang makin lama makin tinggi itu terdengar masuk akal banget.
BalasHapusJadi, kita nggak cuma sekali belajar satu konsep terus selesai. Tapi, konsep dasarnya dikenalkan dulu, lalu di kelas berikutnya atau semester berikutnya, konsep yang sama itu diulas lagi, tapi dengan tambahan kedalaman dan tantangan yang lebih susah.
Contohnya yang ada di materi pecahan diperkenalkan awalnya pakai visual atau gambar atau alat bantu, lalu di tingkat selanjutnya diajarkan secara lebih abstrak. Ini bikin pondasi pemahaman kita jadi kuat, dan saat ketemu materi yang lebih rumit, kita nggak kaget karena dasarnya sudah pernah disentuh. Menurut saya, prinsip ini sangat membantu kita sebagai mahasiswa agar materi-materi yang kompleks bisa diserap secara bertahap dan lebih bermakna.
Saya juga mau mengomentari bagian Penemuan (Discovery Learning) dan juga kritiknya di akhir materi. Saya setuju banget kalau Bruner menganjurkan kita untuk mencari tahu konsep baru melalui eksplorasi dan percobaan sendiri. Metode ini jelas bisa melatih kita untuk berpikir kritis dan mandiri, bukan cuma menunggu disuapi informasi.
BalasHapusNamun, di sisi lain, saya juga melihat kritik terhadap teori ini ada benarnya. Seperti yang disampaikan, metode penemuan mungkin terasa idealis dan agak sulit diterapkan kalau jumlah siswanya terlalu banyak di kelas. Belum lagi, ada tipe mahasiswa atau siswa yang memang lebih nyaman dan butuh panduan yang lebih jelas dan langsung dari dosen atau guru.
Artinya, Teori Bruner ini memang keren banget karena berpusat pada siswa dan mendorong pemahaman mendalam, tapi dalam praktiknya, guru harus pintar-pintar menyeimbangkan. Kadang perlu metode penemuan, tapi di waktu lain mungkin siswa butuh instruksi langsung. Jadi, kita nggak bisa mengandalkan satu metode saja. Materi bapak ini sangat membantu karena juga menampilkan sisi kritik dari teori ini.
Nama:Imelda Rizky Putri
BalasHapusNpm:2386206024
Kelas:5B
Materi ini membahas tentang pentingnya guru memahami bagaimana anak berkembang dari berbagai aspek, yaitu :
1. Perkembangan bahasa
2. Perkembangan fisik
3. Perkembangan keterampilan (skill)
Jadi, guru itu nggak cuma ngajar materi tapi juga harus ngerti perkembangan anak dari segala sisi. Biar pas ngasih tugas kegiatan atau cara ngomong semuanya sesuai dengan tahap anak dengan begitu proses belajar, jadi lebih enak lebih ramah, dan pastinya lebih membekas.
Nama : Andi Nurfika
BalasHapusNPM : 2386206017
Kelas : VB PGSD
Materi tentang teori bruner di udah ngejelasin banget gimana belajar itu bukan cuma ngafar rumus tapi bener-bener ngerti lewat proses cara bruner yang lewat tahap efektif ikonik sampai simbolik itu masuk akal karena anak memang butuh lihat, pegang, baru paham. spiral kurikulum juga keren karena anak-anak bisa belajar hal yang sama tapi levelnya naik terus cuma emang kalau kelasnya ramai, kadang guru susah ngatur aktivitas penemuan tapi secara umum teori ini bikin pembelajaran lebih hidup dan gak monoton
Nama : Andi Nurfika
BalasHapusNPM : 2386206017
Kelas : VB PGSD
Pendekatannya juga sebenarnya cocok banget buat matematika karena anak diajak mikir, bukan cuma nurut. Penggunaan benda manipulatif itu ngebantu banget biar konsep nggak cuma teori di papan tulis saja. Discovery learning juga bikin anak merasa penemuan sendiri, jadi belajarnya lebih nempel walaupun begitu butuh waktu lebih lama buat nerapin metode kayak gini. Jadi gurunya juga harus pintar ngatur ritme biar tetap efektif dalam pembelajaran.
Nama : Andi Nurfika
BalasHapusNPM : 2386206017
Kelas : VB PGSD
Menurut saya juga materi tentang bruner ini nunjukin kalau belajar itu proses bertahap nggak bisa langsung instan ke simbol aja. banyak guru kadang lupa kalau anak itu sebenarnya butuh lihat gambar atau benda dulu sebelum masuk ke angka. Prinsip kesiapan dan spiral itu meningkatkan bahwa setiap anak punya tempo dari dirinya mereka sendiri. tapi benar juga kalau teori ini kelihatan ideal banget buat kondisi kelas besar. Meskipun begitu, ambil sebagian prinsipnya aja udah bisa bikin pembelajaran lebih bermakna buat siswa.